Tragedi Silk Air (1997): Pilot Sengaja Jatuhkan Pesawat

Original thread by mwv.mystic (@mwv_mystic)

TRAGEDI PESAWAT SILK AIR, 1997

Tragedi penerbangan yang diduga SENGAJA dilakukan oleh Pilot dengan mengarahkan pesawat terjun vertikal ke Sungai Musi Palembang.

a thread

 

Tragedi Silk Air (1997): Pilot Sengaja Jatuhkan Pesawat

Tragedi jatuhnya pesawat terbang pada beberapa kasus yang sudah terjadi, dapat diakibatkan oleh banyak faktor, bisa dari cuaca buruk, kesalahan fungsi pesawat, atau faktor faktor lainnya.


Tapi bagaimana dengan pesawat yang diduga sengaja dijatuhkan oleh pilotnya sendiri sebagai caranya mengakhiri hidup bersama seluruh penumpang yang ia bawa? Inilah kasus tragedi jatuhnya pesawat Silk Air MI185 di Sungai Musi tahun 1997 silam.


19 Desember 1997, pesawat Silk Air MI185 terbang dari Bandara Soekarno Hatta Cengkareng pada pukul 15.37 tujuan Bandara Changi Singapura dengan estimasi sampai di tujuan pukul 18.05 waktu setempat.

 


Penerbangan ini mengangkut total 104 orang yang terdiri dari 97 penumpang dan 7 orang awak pesawat termasuk pilot Tsu Way Ming (kiri) dari Singapura dan kopilot Duncan Ward (kanan) dari Selandia Baru.

 

 


Pukul 16.10 waktu setempat, Air Traffic Control (ATC) Jakarta memberi tahu MI 185 bahwa ia berada di dekat Palembang dan menginstruksikan untuk mempertahankan tingkat jelajahnya di 35.000 kaki.
MI 185 mengonfirmasi menerima pesan tersebut pada pukul 16.10 waktu setempat.


Ini adalah komunikasi terakhir antara ATC Jakarta dan MI 185. Selaniutnya ATC dari Jakarta mengira MI 185 sudah dalam pengarahan dari ATC Changi, tujuan pesawat ini mengudara.


Rekaman radar ATC Jakarta menunjukkan bahwa pesawat masih berada di ketinggian 35.000 kaki pada pukul 16.12 waktu setempat, namun hanya dalam selisih 32 detik kemudian, ketinggian pesawat turun drastis hingga 19.500 kaki.

Baca Juga  Gimmick Flashsale Ala Shopee

Tanpa ada laporan kerusakan, tanpa ada cuaca buruk di langit Palembang, pesawat Silk Air tipe Boeing 737-300 ini tiba tiba menukik tajam secara vertikal dengan kecepatan tinggi ke arah Sungai Musi, tepatnya di desa Sungsang, Palembang.

 


Sebelum menghantam permukaan air, beberapa bagian pesawat seperti ekor dan sayap hancur dan terlepas dari badan pesawat karena kuatnya kecepatan jatuh pesawat tersebut.


Tragedi itu tidak akan pernah dilupakan para saksi mata kejadian.. saat pesawat itu akhirnya menghantam sungai Musi dan hancur seketika menjadi kepingan kepingan kecil tubuh pesawat beserta kepingan tubuh manusia..

 


Seluruh penumpang meninggal dunia pada tragedi tersebut. Yang lebih membuat miris.. tidak ada satupun potongan tubuh korban yg utuh. Potongan tubuh terbesar yang ditemukan hanya sebesar bahu, sedangkan yg terkecil hanya seujung jari dan tercecer mengambang di permukaan sungai.

 

 


Berdasarkan rekaman yang diambil dari badan pesawat, penyelidik dari Indonesia mengungkap temuan awal pada tahun 1999 yang menyebut tidak adanya bukti yang cukup untuk menentukan penyebab kecelakaan pesawat tersebut.


Kecelakaan tersebut diselidiki oleh Komite Keselamatan Transportasi Nasional (KNKT) dengan bantuan dari Badan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika Serikat (AS), Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi Singapura, dan Biro Investigasi Keselamatan Udara Australia.


Menurut laporan akhir yang dirilis pada 14 Des 2000, baik CVR dan FDR telah berhenti merekam sesaat sebelum benturan pada waktu yg berbeda (CVR pada pukul 4.05 sore dan FDR pada 16.11). NTSC menemukan bahwa perekam tidak berfungsi, tetapi tidak dapat menjelaskan penyebabnya.


Sementara itu, Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia justru mengesampingkan dugaan kegagalan mekanis pesawat, cuaca, atau penyimpangan kontrol lalu lintas udara sebagai penyebab kecelakaan.

Baca Juga  Cerita Horor Tempe Bongkrek: Perenggut Banyak Nyawa

Dari semua skenario yang dipertimbangkan, penyebab jatuhnya pesawat mengerucut pada kemungkinan tindakan kesengajaan, atau dengan kata lain bunuh diri pilot. KNKT menyebutkan dugaan sementara bahwa kecelakaan itu mungkin disengaja.


Keadaan misterius seputar tragedi ini juga dihubungkan dengan hasil penyelidikan yang mengungkap masalah disipliner pilot Tsu Way Ming di SilkAir.


Dikutip dari New York Times, Tsu Way Ming, sang pilot asal Singapura, telah menderita kerugian besar di pasar saham sebelum pesawat itu terjatuh. Laporan polisi Singapura pun menambahkan jika Tsu juga tengah diterpa masalaah keuangan.


Ia menderita kerugian dari perdagangan saham di Singapura senilai 2,25 juta dolar Singapura, 15 hari sebelum kecelakaan, yang menyebabkan Tsu mempunyai hutang sebesar 118 ribu dolar Singapura.


Selain itu, ada catatan jika Tsu sempat membuat polis asuransi untuk istri dan anaknya jika ia mengalami kematian atau cacat permanen. Polis pertama dibayar pada 16 Desember dan mulai berlaku pada 19 Desember, tepat saat hari peristiwa jatuhnya pesawat.


Selain itu, Kapten Tsu yang merupakan mantan pilot dan instruktur pesawat A-4 Skyhawk Angkatan Udara Singapura, memiliki pengalaman dengan pesawat tersebut selama kurang lebih 20 tahun.


Selama kariernya, ia pernah mengalami musibah, yaitu kehilangan 4 teman satu skuadronnya ketika latihan terbang rutin, setahun sebelum kecelakaan. Kecelakaan itu diduga berdampak pada psikologis dan mengubah kepribadiannya yg berujung pada kecelakaan Silk Air ini.


Hipotesa adanya unsur kesengajaan dan depresi sang pilot menjadi salah satu teori yg pada dipercaya banyak orang saat itu. Sementara itu, pihak Silk Air membantah serangkaian hasil investigasi tsb dan mengatakan bahwa pesawat mereka jatuh karena murni gangguan listrik pada mesin.


Insiden tersebut menyebabkan tuntutan hukum di Singapura dan AS terhadap SilkAir, Boeing, dan produsen suku cadang pesawat. Sebuah laporan menyebutkan, tuntutan dilakukan di luar pengadilan.

Baca Juga  Cerita Horor: Kisah Juara All England, Debby Susanto

Boeing dan beberapa produsen suku cadang pesawat juga dituntut di berbagai negara bagian AS oleh lebih dari 30 keluarga korban.


Pada tahun 2004, dalam persidangan pertama di AS, juri di pengadilan tinggi LA menemukan bahwa ada kerusakan pada sistem kendali kemudi pesawat. Pesawat mengalami kegagalan rudder PCU yang mengakibatkan terkuncinya rudder. Yang mengakibatkan pesawat terjun bebas ke sungai Musi.


Pengadilan memerintahkan produsen PCU pesawat tersebut, Parker Hannifin untuk membayar US $ 43,6 juta kepada keluarga korban. Atas putusan ini juga baik Boeing maupun SilkAir tidak ditemukan bersalah.


Bukti kegagalan kemudi ini ditemukan pada tahun 2003. Setelah berita tentang penemuan tersebut muncul, Boeing membatalkan klaimnya bahwa pilot bunuh diri dan menarik gugatannya terhadap SilkAir, dan perusahaan asuransi SilkAir juga membatalkan gugatannya terhadap Boeing.


Selain membawa trauma pada orang orang yang akan melakukan perjalanan via udara setelah tragedi ini terjadi, trauma juga dirasakan penduduk sekitaran Sungai Musi dan Palembang pada umumnya.

 


Selama beberapa waktu warga enggan memakan ikan dari perairan tersebut karena dikhawatirkan ikan disana sudah memakan daging para korban. Kekhawatiran itu semakin menyebar saat ada temuan potongan jari dan daging manusia di dalam perut ikan ikan yang ditangkap di sungai Musi.


Source bacaan :
https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/potongan-nostalgia/mengenang-23-tahun-jatuhnya-pesawat-silk-air-di-sungai-musi-1unzxpzel8V


https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/kontroversi-jatuhnya-silkair-185-di-sungai-musi-pilot-bunuh-diri-f9gd


https://news.detik.com/berita/d-2538225/tragedi-silkair-sebuah-cerita-yang-tak-terungkap-dari-sungai-musi

Leave a Reply