Original thread by @anshory72
OK. Banyak yang kaget dan setengah tidak percaya (atau tidak merasa :)) kalau dibilang bahwa keluarga yang total pengeluarannya diatas 20.7 juta perbulan adalah kelompok 1% pengeluaran tertinggi. Wajar-wajar saja sih kaget. Ini alasannya (Sebuah utas). 
Pertama, orang sering “lupa” bahwa ini adalah distribusi pengeluaran sa-INDONESIA, dari Jakarta yang kaya sampai ke pelosok termiskin di Indonesia. Umumnya ekspektasi kita terhadap posisi kita dalam tangga kelas ekonomi kita bandingkan dengan sekitar dan keseharian kita saja.
Dua, rumput tetangga selalu lebih hijau. Walaupun sudah berpengeluaran 20jt, karena umumnya bergaul dengan kelompok yg kelasnya gak jauh-jauh amat sering nya melihat ke orang yg jauh-jauh lebih kaya, lalu merasa ‘miskin’. Mereka tidak sadar sedang melihat sesuatu yg ekstrim.
Tiga, juga kurang teliti, bahwa ini adalah distribusi pengeluaran, bukan penghasilan, bukan aset. Yang teringat adalah angka income temennya yang punya ferari, bukan pengeluaran rutinnya minus tabungan. Jadi reaksi langsung mengelak 🙂
OK. Cross check. Hanya 10% pekerja di Indonesia pernah kuliah. Naturally, kalau anda, ya ANDA, yg punya gelar sarjana wajar saja kalau masuk kelompok 10% berpenghasilan tertinggi kan. Ayo jangan ingkar 🙂 
Survey Bank Dunia (2014) memang membuktikan dibandingkan dengan faktanya, ketimpangan yang dipersepsikan masyarakat (subjectif) lebih rendah. Ketimpangan yg sesungguhnya lebih tinggi daripada yg kita persepsikan. Ayo tonton video pendek ini!
https://www.worldbank.org/en/news/video/2015/12/08/perceptions-of-indonesia-inequality
Maka, di bulan suci ini, mari kita merenung, bersyukur Alhamdulillah, dan menerawangkan mata menembus dinding-dinding dan lingkaran yang kita lihat di keseharian kita.
