The Brothers Welfare Center: Program Pemerintah Bejat

Original thread by Apri (@apriseuldiyana)

Jung (12) dan 3.000 orang lainnya dibawa polisi untuk masuk ke sebuah camp dimana mereka dipekerjakan secara paksa, disiksa dan dikurung dalam program pemerintah, The Brothers Welfare Center.

A thread

The Brothers Welfare Center: Program Pemerintah Bejat


Jung Yeonwoong adalah seorang anak yang ceria juga cerdas. Tak jarang Jung menyandang gelar juara 1 atau 2 di sekolah.

Sejak ibunya meninggal, dia tinggal bersama sang Ayah. Jung juga menggantikan peran ibunya dan mengerjakan pekerjaan rumah.


Suatu hari tahun 1982, Jung bermain di sekitar toko penjual briket dekat rumahnya.

“Jung, mau ikut Paman ke kota nggak?,” tanya pemilik toko yang sudah mengenalnya.

Senang bisa main ke kota, Jung tak ragu untuk ikut pemilik toko ke stasiun menuju kota.


Sesampainya di kota, Jung yang sedang sendirian menunggu pemilik toko dengan urusannya, tiba-tiba dihampiri 2 orang polisi.

“Nak, kamu mau kemana?” tanya salah satu polisi tsb.

“Kamu ini tdk boleh berkeliaran di sini, loh. Ayo kami antar pulang”

play-rounded-fill

play-rounded-fill

Sebagai anak kecil yang polos, Jung mengikuti kedua polisi menuju ke kantor polisi. Di sana dirinya ditanyakan tentang identitas diri dan juga alamat rumah.

Jung lalu diminta untuk menunggu hingga ia mengantuk dan akhirnya tertidur.


“Nak, ayo pulang. Mobilnya sudah datang,” suara polisi itu membangunkannya dari tidur. Jung lalu menemukan mobil van putih yang menunggunya.


Betapa kagetnya Jung karena tak hanya dirinya ada banyak orang di dalam mobil itu. Tak hanya anak-anak, tapi ada pula orang dewasa yang duduk berdekatan di dalam mobil tersebut.


Apakah ada anak yang menangis dan berontak? Tentu ada, namun mereka akan langsung dipukul hingga berlumuran darah.

“Mulai hari ini, buang mental busuk kalian dan lahirlah kembali menjadi manusia baru,” ucap salah satu petugas.


Mobil van putih membawa Jung ke sebuah tempat yang disebutnya sebagai neraka. Bentuknya persis seperti penjara.

Jung dibawa ke sebuah kamar besar yang diisi dengan tempat tidur bertingkat yang cukup untuk 80-100 orang.


Tak seorangpun boleh memperkenalkan diri dengan nama. Masing-masing orang memiliki angka khusus yang telah diberikan sebagai identitas baru.


Malam itu, tentu banyak mata yang ketakutan dan tak bisa tidur membayangkan apa yang akan terjadi esok hari di tempat misterius ini.

Keesokan harinya alarm yang biasa terdengar di pelatihan militer terdengar kencang tepat pukul 5 pagi.


Semua orang bersiap dan bergegas keluar dari kamar. Jung yang tak tahu apa-apa pun pasrah mengikuti rombongan itu.

Jung sangat terkejut melihat pemandangan di luar kamar. Ribuan orang mulai dari anak kecil hingga lansia ada di sana memakai seragam yang sama dan berambut botak.


Sejak hari itu, Jung diberikan tugas membuat alat pancing.

Tak jarang dirinya dipukul dan disiksa setiap kali dinilai melakukan kesalahan.

Baca Juga  Beberapa Cerpen Indonesia Yang Paling Berkesan - Bagian 3

Makanan yang diberikan pun sedikit. Beberapa dari mereka bahkan memakan tikus liar yang ada di sana untuk bertahan hidup.


Kira-kira beginilah penampakan pabrik dimana Jung bekerja.

Dan orang dewasa diminta untuk membangun gedung. Ya, gedung yang mereka tinggali itu dibangun oleh mereka sendiri.

play-rounded-fill

play-rounded-fill

Jung dan pekerja lainnya diwajibkan melakukan absen pagi, hormat dan menyanyikan lagu-lagu layaknya pelatihan militer.

Mirisnya lagi, mereka hanya diberikan 30 sikat gigi untuk dipakai bersama dan satu seragam untuk dipakai selama satu tahun.


Dua tahun yang kelam berlalu, suatu hari Jung melihat rombongan pekerja baru dan menemukan sosok yang tak asing baginya.

Adalah Ayahnya yang sudah sangat dirindukannya. Namun bukan untuk menjemputnya. Ayahnya mengenakan seragam yang sama dengan Jung.


Tubuhnya tampak kurus, mukanya lusuh tak secerah saat terakhir mereka bertemu.

“Saya tak tahu bagaimana menjelaskan perasaan saya saat itu. Rasanya tak ingin menemuinya. Saya berpikir apakah Ayah saya malu jika saya menghampirinya? Yang jelas , saya benar-benar merasa aneh”

play-rounded-fill

play-rounded-fill

play-rounded-fill

Selama kehilangan putranya, Ayah Jung hidup dengan ketergantungan pada alkohol.

Ayahnya terus mencarinya bahkan hingga memohon kepada polisi untuk menemukan Jung.

“Dimana anakku? Tolong temukan dia!!”

play-rounded-fill

Semesta memang mempertemukan mereka, tapi kini mereka malah ikut terkurung di dalam tempat misterius ini.

Meski begitu, tak mudah untuk mereka berinteraksi mengingat ada petugas yang selalu mengawasi.


Namun pada sebuah kesempatan, Ayah Jung mendekatinya.

“Nak, apakah kamu makan dengan baik?,” bisik Ayah Jung takut ada petugas yang mendengar mereka.

“Makanlah ini,” Ayahnya mengeluarkan kue beras yang dibagikan kepada para pekerja untuk merayakan hari raya.

play-rounded-fill

play-rounded-fill

Apakah mereka bisa menyelamatkan diri?

“Kita baru bisa keluar kalau sudah mati, tak ada jalan keluar dari sini,” begitulah kira-kira gambaran hidup Jung dan pekerja lainnya saat itu.

Gedung itu dilindungi oleh dinding setinggi 5-6 meter dan petugas yang menjaga selama 24 jam.


Layaknya keajaiban, pada suatu hari di bulan Desember 1986. Kim Yongwon seorang jaksa yang sedang melakukan perjalanan bisnis ke Ulsan memutuskan untuk “mencari angin” ke hutan setelah bekerja.

Namun, ada keanehan yang dilihatnya dari balik pepohonan.


Ada orang-orang yang mengenakan seragam sedang bekerja dan dijaga oleh penjaga, juga beberapa ekor anjing yang juga ikut menjaga.

Yang membuatnya semakin curiga adalah saat dirinya melihat tidak ada jalan keluar. Seluruh pintu terkunci rapat.


Merasa curiga dengan keanehan ini, Jaksa Kim segera melaporkan hal ini untuk dapat dilakukan penyelidikan dan penangkapan segera.

Baca Juga  Pastikan Selalu Menyalakan Two Factor Authenticator Demi Keamanan

Sebenarnya tempat apakah ini?


Tempat ini dinamakan The Brothers Welfare Center (selanjutnya akan disingkat dengan TBWC). Di dalamnya, terdapat pabrik, gereja, sekolah, tempat pangkas rambut hingga pemandian.

Setelah diperiksa, ada sekitar 3.164 orang dewasa dan 900 anak-anak termasuk Jung di dalam.


Yang lebih mengejutkan lagi, tempat ini merupakan salah satu program Pemerintah Korea di masa itu.

Pada iklan layanan masyarakat, TBWC disebut sbg program pembinaan untuk masyarakat kurang mampu, tuna wisma dan penyandang disabilitas.

Ya, negara turut mendanai program ini.

play-rounded-fill

play-rounded-fill

play-rounded-fill

Sehingga tak heran di dalam pemeriksaan Jaksa Kim menemukan brankas berisi uang sebesar 20 milar won.

Dengan nilai kurs pada tahun 1986, tentu ini bukan uang yang kecil.


Jaksa Kim tentu segera memanggil pimpinan dari TBWC. Adalah Park, yang tanpa ragu menantang Jaksa Kim dalam pemeriksaan.

“Saya ini bukan orang yang bisa sembarangan kamu periksa begini. Kamu tidak akan bisa menyentuh saya,” ucap Park saat itu.


Dia lalu mengeluarkan sebuah kertas yang berisi surat perintah dari Presiden masa itu, Chun Doo-hwan.


Ternyata program TBWC ini adalah program yang diperintahkan langsung oleh Presiden untuk Park.

“Jangan lanjutkan pemeriksaan ini, ini sangat berbahaya” sebuah telepon dari Walikota Busan kepada Jaksa Kim saat itu.


Tak hanya walikota, Jaksa Kim menerima banyak panggilan untuk menghentikan penyelidikan.


Sedikit flashback, Seoul ditetapkan sebagai tuan rumah perhelatan Olympic 1988 pada tahun 1981.

Sejak saat itu,Pemerintah mengesahkan program ‘Cleaning Up Korea’ dimana polisi ditugaskan untuk membawa pergi orang-orang yang dirasa menganggu mata turis saat berkunjung ke Korea.


Caranya? Salah satunya adalah membawa mereka ke TBWC untuk dibina.

Setiap polisi yang membawa orang ke TBWC akan mendapatkan insentif juga penambahan poin yang bisa dikumpulkan untuk kenaikan jabatan.


Tentu saja semua polisi akan berlomba-lomba untuk membawa siapapun yang dirasa sebagai ‘pengganggu pemandangan’ kota untuk dibawa ke TBWC.

Inilah mengapa Jung dan anak lainnya ikut terbawa bersama polisi yang rupanya ‘ngejar target’.


Bagaimana dengan pendanaan untuk TBWC? Pemerintah menganggarkan sejumlah uang untuk makan, pakaian, tempat tinggal dan segala keperluan hidup setiap pekerja TBWC.

Untuk semua pekerjaan di pabrik, keuntungannya juga sepenuhnya diberikan untuk TBWC.


Apakah uang itu benar digunakan untuk kepentingan TBWC?

Lihatlah ruangan ini, ini adalah ruangan yang digunakan untuk mereka yang butuh perawatan medis atau memiliki disabilitas.

Jung dan pekerja lainnya menyebut ruangan ini seperti area zombie.


Setiap malam para pekerja dapat mendengar teriakan dari ruangan pekerja perempuan dan ruangan anak laki-laki.

“Wah anak ini cantik, ya”

Bagi pekerja perempuan yang hamil, akan dibawa ke sebuah ruangan untuk disuntik oleh tim medis untuk menggugurkannya.

play-rounded-fill

TBWC melaporkan pada polisi ada 513 orang pekerja yang meninggal sejak tempat ini diresmikan.

Baca Juga  Cara Menguasai Tenses Bahasa Inggris dengan Cepat dan Mudah

Lalu bagaimana dengan penyelidikan Jaksa Kim? Sayangnya, Kim hanya dihukum selama 2,5 tahun tanpa denda atas kasus penggelapan dana.


Park dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan di tahun 1989 atas kasus kekerasan dan penyiksaan. Surat perintah presiden menyelamatkannya.

“Loh, saya kan hanya menjalankan perintah negara,” ucapnya.


Dan pada tahun 1988 TBWC ditutup.

Apakah dia bertobat dan menyadari kesalahannya? Tidak, Park justru membangun program serupa dengan mengganti sebutannya.

Beberapa anak termasuk Jung ikut dipindahkan ke sana.


Beberapa bulan setelah bekerja di tempat baru,

“Jung, ayahmu meninggal beberapa bulan yang lalu saat berangkat bekerja,” ucap salah satu kerabat Jung di telepon.

“Saya menangis di dalam kotak telepon selama 2-3 jam. Air mata saya keluar begitu saja begitu mendengarnya..

play-rounded-fill

..saya ingin sekali mengatakan saya cinta pada Ayah jika dia masih hidup..”


Meski 30 tahun berlalu, para korban masih mencari keadilan atas apa yang terjadi pada mereka.

Selain Jung, ada Han Jongseon yang terus mengumpulkan bukti berupa gambar yang digambar sesuai ingatannya.


Ia dan korban lainnya juga melakukan protes dan demo kepada Pemerintah. Sayangnya Park meninggal pada tahun 2016 sehingga proses hukum sulit untuk dilakukan.

Han yang waktu itu berumur 9 tahun dibawa bersama adiknya oleh polisi ke TBWC.


Kini adiknya dirawat di Rumah Sakit Jiwa karena trauma yang dialami selama berada di TBWC.


Setelah menghabiskan masa tahanannya, Park pindah ke Australia bahkan mendapatkan visa menetap.

Dia membangun gereja, membuka perusahaan bahkan membangun golf driving range untuk sang anak bungsu.


Pada tahun 2014, Park sempat ditangkap kembali dengan kasus yang sama, penggelapan uang dari welfare center yang dimilikinya.

Dia dan putranya dijatuhi hukuman 3 tahun penjara. Namun, Park dibebaskan karena penyakit dementia yang dideritanya.


Masa kepemimpinan Chun Doohwan memang meninggalkan banyak kenangan pahit. Kasus ini termasuk yg paling kelam.

Setelah baca kasus ini, makin bisa memahami quotes dari Ji Kang Hun di thread sebelumnya.

“Kalau punya uang, kamu bisa tak bersalah. Kalau tak punya, pasti bersalah”


Kalau threadnya panjang gini sudah pasti sumbernya dari Kkokkomu.

Sayangnya nggak ada subtitlenya. Duh kapan ya show ini dibeli sama OTT di Indonesia. Padahal seru dan edukatif banget.


Untuk yang mau baca keterangan dari korban-korban TBWC, bisa cek di artikel ini

https://www.aljazeera.com/features/longform/2021/12/22/surviving-south-koreas-house-of-horrors


Teman-teman maaf baru sadar ada part yg aku salah ketik ya.

TBWC melaporkan pada polisi ada 513 orang pekerja yg meninggal sejak tempat ini diresmikan.

Sayangnya, Park hanya dihukum selama 2,5 tahun tanpa denda atas kasus penggelapan dana.

Bukan Kim tapi Park ya. Maaf sekali.

Leave a Reply