Penerimaan Rapor Sekolah, Momen Gratifikasi Kepada Guru?

  • Post author:
  • Post category:News / Pendidikan
  • Reading time:7 mins read
Original thread by paijodirajo (@paijodirajo)

• Gratifikasi kepada Guru

Minggu ini, anak2 lagi pada penerimaan rapor di sekolah.

Dari kemarin istri nanyain apakah kita juga mau kasih hadiah sebagai ucapan terima kasih kepada guru karena orang tua anak2 yang lain sdg mendiskusikan akan memberikan hadiah apa kepada guru.


Saya sampaikan kepada istri, tidak perlu. Kita tidak boleh membiasakan diri memberikan gratifikasi atas suatu jasa/pelayanan profesional, termasuk kepada guru.

Pemberian gratifikasi adalah kebiasaan buruk yang membuat korupsi tumbuh subur di negeri ini.


Mungkin sebagian orang akan berpikir, saya dan istri pelit karena tidak mau memberikan sekedar hadiah kenang2an kepada guru yang telah banyak berjasa mendidik anak2 kami.

Tapi bagi saya, ini adalah momen bagi saya memberikan pendidikan anti-korupsi kepada anak2 saya.


Ntar dilanjutkan ya. Mau nyetir dulu.


Cukup rame responnya.

Ternyata masih banyak yg salah memahami beda gratifikasi dan suap.

Dan inilah tantangan yg saya alami selama 8 tahun bekerja di Direktorat Gratifikasi KPK di masa2 awal KPK bekerja.


Secara definisi, gratifikasi itu berarti hadiah dalam arti luas. Bentuknya bisa macam2.

Gratifikasi dapat menjadi suap, bisa juga tidak. Tergantung pada situasi dan kondisi proses pemberian/penerimaannya.

Berikut penjelasan perbedaan keduanya yg saya ambil dari web ACLC KPK.

Penerimaan Rapor Sekolah, Momen Gratifikasi Kepada Guru?

Ntar. Lanjut nyetir lg. ?


Dari definisi gratifikasi di atas, UU No 31 Th 1999 jo UU No 20 th 2001 mengatur sebagai berikut.

Subyek hukum yg diatur dalam UU ini adalah pegawai negeri atau penyelenggara negara.

Kaitannya dengan guru, yg diatur dalam UU ini adalah guru yang pegawai negeri.


Sehingga bagi guru yang pegawai negeri ada kewajiban melaporkan gratifikasi yang terimanya kepada KPK dalam waktu 30 hari kerja, untuk kemudian ditetapkan status gratifikasinya menjadi milik negara atau menjadi milik penerima.

Baca Juga  Banyak Akun Twitter Kecil Yang Mengajak Membeli Saham $GOTO, Ada Apa?

Cukup banyak tantangan ketika awal KPK berdiri dalam menjalankan perintah UU ini.

Banyak jg resistensi dari pegawai negeri/penyelenggara negara, yang menganggap pemberian/penerimaan hadiah adalah bagian dari budaya bangsa dan juga merupakan anjuran agama.


Berkaitan dengan hal itu, saat itu KPK melakukan kajian mendalam sehingga diaturlah mana saja gratifikasi yang wajib dilaporkan dan yang tidak perlu dilaporkan.

Gratifikasi tidak dapat dilarang, tapi diatur dan dikendalikan.

Untuk tahu lebih detil bisa baca buku saku ini.


Kembali ke konteks mengapa saya tidak setuju untuk memberikan hadiah sbg ucapan terima kasih kepada guru2 anak2 saya adalah saya ingin mendidik mereka agar tidak terbiasa memberikan hadiah terkait dg jasa yg diberikan karena jabatan seseorang, di luar biaya yg telah ditentukan.


Saya mendidik mereka untuk menjadi anak2 yang dermawan dan punya empati dg mengajarkan mereka berlomba2 bersedekah, menyantuni anak2 yatim dan fakir miskin, juga saling memberikan hadiah kepada saudara, tetangga dan teman2nya.

Yang tidak ada hubungan dg jabatan dan pekerjaan.


Gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Kebiasaan memberi/menerima hadiah terkait jabatan, dikhawatirkan membuat seseorang terjebak dalam suap, sehingga mempengaruhi profesionalisme, obyektifitas (favoritisme) dan integritas seseorang.


Kalau kita ingin bangsa ini bebas dari korupsi, seharusnya kita memulai dari hal kecil di dunia pendidikan dg tidak membiasakan memberi/menerima gratifikasi.

Di lain sisi, kewajiban negara adalah memenuhi kebutuhan dan gaji para guru, tanpa kecuali. Ini hal terpenting.


Guru seperti halnya pekerjaan lain merupakan profesi. Profesi yang sangat penting dalam perkembangan sebuah bangsa. Sudah selayaknya mendapatkan penghargaan yang layak dari negara, bukan sekedar pahlawan tanpa tanda jasa.


Konsekuensi dari sebuah profesi adalah ada kode etik yang mengatur agar para guru profesional dalam bekerja.

Baca Juga  Kisah Psikopat Yang Membuat Perkakas Dari Tubuh Manusia

Jika hal itu dapat dilakukan, pengaturan mengenai gratifikasi kepada guru, baik yang pegawai negeri atau bukan, dapat ditambahkan ke dalam kode etik guru.


Demikian utas singkat tentang gratifikasi ini. Ini adalah pendapat pribadi saya sebagai praktisi anti-korupsi. Tidak ada tendensi apa2 terkait profesi seorang guru.

Banyak pro-kontra pada komen2 di bawah, insyaAllah nanti kalau senggang akan sy balas.

Sy lanjut nyetir dulu. ?


Dari pagi saya dengan senang hati membaca banyaknya komen dan QRT atas utas ini. Sebagian sudah saya respon dan masih banyak jg yg terlewat untuk dibaca. Terima kasih.

Diskursus soal pendidikan anti-korupsi seperti ini sangat baik dilakukan di medsos yg jangkauannya sangat luas.


Ada bbrp poin kesimpulan atas respon2 yang sempat saya baca:

1. Sebagian besar yg tidak sepakat dg utas ini adalah orang tua murid, dengan alasan hadiah tsb hanyalah ucapan terima kasih atas jasa2 mereka, kasihan terhadap kecilnya gaji guru dan tidak ada tendensi apapun.


2. Mayoritas guru malah justru tidak banyak berharap diberikan hadiah dan kadang dalam kondisi merasa terpaksa menerima hadiah yang disampaikan oleh orang tua murid tersebut. Ada juga yang menyampaikan bahwa hadiah2 tersebut tidak berpengaruh apapun atas obyektivitas mereka.


3. Persoalan klasik yg tidak kunjung selesai di negara ini kembali mengemuka, yaitu rendahnya kesejahteraan guru (terutama guru honorer dan bbrp guru swasta).

Bahkan ada guru mengirimkan foto rendahnya jumlah honor yg mereka terima. Sangat kecil. Semoga hal ini segera dibenahi.


4. Beberapa sekolah sudah mengatur mengenai adanya larangan memberikan hadiah yang diberikan kepada guru dalam bentuk apapun. Saya menduga di sekolah2 tersebut, kesejahteraan para gurunya sudah cukup baik dan Kepala Sekolahnya concern pada upaya pendidikan anti-korupsi.

Baca Juga  Pelecehan Seksual Seorang CEO Kepada Salah Satu Kandidatnya

5. Sharing pengalaman orang tua murid yang menyekolahkan anak2nya di luar negeri, diatur pemberian small gifts kepada guru saat perpisahan.

Hal ini merupakan praktik terbaik (best practice) terkait gratifikasi. Sy jg pernah hidup di luar negeri dan pernah mengkaji hal ini.


Perlu ada aturan internal di sekolah yg mengatur tentang pemberian hadiah yang wajar (nilai, frekwensi, dll).

Atas dasar itulah mengapa pendekatan yang dilakukan KPK dulu adalah dengan mengatur pemberian hadiah (managing gifts) melalui Program Pengendalian Gratifikasi (PPG).


It takes two to Tango.

Dalam gratifikasi dan suap selalu melibatkan 2 pihak: pemberi dan penerima.

Dengan terpenuhinya kesejahteraan guru dan aturan etik yang mengatur tentang pemberian hadiah, tentu kita dapat mencegah terjadinya potensi korupsi di kemudian hari.


Dan hal terpenting dalam pendidikan anti-korupsi sejak dini adalah mengajarkan dan membiasakan kepada anak2 didik agar tidak terbiasa memberi/menerima apapun terkait dengan jabatan, tugas atau wewenang seseorang.

Anak2 kita adalah generasi penerus bangsa ini.


Semoga suatu saat kita tidak hanya bisa mengagumi kemajuan negara2 lain, seperti: Finland, Norway, Swedia atau New Zealand, yang mana korupsi hampir sulit ditemukan dalam kehidupan sehari2.

Sehingga kita dg bangga mengabarkan bahwa Indonesia adalah negara yg bersih dari korupsi.


Jika ada mahasiswa hukum, sosiologi atau lainnya yang tertarik mengkaji ‘fenomena pemberian gratifikasi kepada guru’ ini, tentunya saya, @nazaqistsha, @febridiansyah dan @girisuprapdiono (mantan Direktur Gratifikasi KPK) dengan senang hati mau berbagi dan bertukar pikiran. ?

Leave a Reply