Original thread by mwv.mystic (@mwv_mystic)
Peristiwa Jatuhnya Dakota VT-CLA. Sebuah kisah gugurnya 3 perintis AURI dibalik peringatan Hari Bakti TNI AU, 29 Juli
@_TNIAU
a thread

Hari Bakti TNI Angkatan Udara diperingati tanggal 29 Juli setiap tahunnya. Namun taukah mwvers semua apa latar belakang penetapan tanggal ini sebagai hari bakti TNI AU?
Penetapan ini berhubungan dengan gugurnya tiha orang yang namanya sangat familiar di telinga kita, Komodor Muda Udara Adjisoetjipto, Komodor Udara Abdul Rahman Saleh, dan Adisumarmo Wiryokusumo
Bagaimana kisahnya? Kita kembali ke tahun 1947.
Pasca Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan itu berusaha kembali menjajah tanah air melalui Agresi Militer Belanda pertama yang terjadi Juli 1947 – Agustus 1947.
Agresi militer ini terjadi atas perintah Hubertus Johannes van Mook selaku Wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Agresi ini dilancarkan di Pulau Jawa dan Sumatera dengan tujuan merebut kembali kota kota besar dan vital di kedua pulau tersebut.
Agresi ini juga bagian dari pelanggaran yang dilakukan Belanda pasca ditandatanganinya perjanjian Linggarjati, 25 Maret 1947.
Sebagai bagian dari agresi, Belanda juga memblokade jalur udara.
Demi menembus blokade ini, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Madya TNI Soerjadi Soeejadarma memerintahkan Komodor Muda Udara Agustinus Adisoetjipto dan Komodor Muda Udara Abdul Rahman Saleh untuk terbang dari Indonesia ke India dan Pakistan.
Agustinus Adisoetjipto, lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 3 Juli 1916 . Beliau adalah Pejuang Kemerdekaan Indonesia, merupakan Tokoh Awal di Angkatan Udara, Bapak Penerbang Republik Indonesia.

Menjadi Wakil Kepala Staf yang pertama dengan pangkat Komodor Muda Udara (sejak 9 April 1946). Pada tanggal 15 November 1945, Adisoetjipto mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta, tepatnya di Lapangan Udara Maguwo.
Sementara Prof. dr. Abdulrachman Saleh, Sp.F, lahir di Jakarta, 1 Juli 1909. Beliau sering dikenal dengan nama julukan “Karbol” . Beliau adalah Tokoh Awal di Angkatan Udara, Aktifis Kemerdekaan, Tokoh Radio Republik Indonesia (RRI) dan Bapak Fisiologi Kedokteran Indonesia.

Turut serta dalam rombongan itu Opsir Muda Udara, Adisumarmo Wiryokusumo, kelahiran 31 Maret 1921.pendiri sekolah Radio Telegrafis Udara yang pertama kali di lingkungan Angkatan Udara dan merupakan embrio dari Sekolah Radio Udara di kemudian hari.

Keduanya menaiki pesawat Dakota C-47 dengan nomor registrasi nomor ekor VT-CLA. Pesawat ini diberikan oleh seorang pengusaha India, Bijayananda Patnaik sebagai bentuk dukungannya kepada Indonesia.
Misi menembus blokade itu berhasil dan keduanya menuntaskan misi tersebut.
Setelah berhasil, 29 Juli 1947, keduanya bertugas untuk kembali ke Indonesia. Dalam perjalanan pulang ke Indonesia pesawat ini singgah ke Singapura untuk mengangkut 2 ton bantuan obat-obatan untuk Indonesia dari Palang Merah Malaya.
Pesawat Dakota VT-CLA ini baru berangkat dari Singapura untuk kembali ke Yogyakarta pada pukul 13.00 WIB. Pesawat ini membawa total 9 orang termasuk pilot, copilot dan juru mesinnya.
Kesembilan orang itu adalah :
1.Pilot pesawat, Kapten Pilot Alexander Noel Constantine, yang berkebangsaan Australia
2.Copilot pesawat, Kapten Pilot Roy Lance Hazelhurst, yang berkebangsaan Inggris
3.Juru Teknik, Bhida RAM yang berkebangsaan India

4.Komodor Muda Udara Agustinus Adisoetjipto
5. Komodor Muda Udara Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, http://S.AF.
6. Opsir Udara Adisumarmo Wiryokusumo, Pejabat dari TNI AU merangkap Juru Radio
7.Ny. Berly A.N. Constantine, Istri dari Pilot
8. Zainal Arifin, Atase Perdagangan Republik Indonesia di Singapura
9. Abdul Gani Handonotjokro, tokoh GKBI Tegal
Berdasarkan pemberitaan Pesawat Dakota VT-CLA ini juga sudah mendapatkan izin terbang dari pemerintah Inggris dan Belanda.
Sementara di Lapangan Terbang Maguwo, Yogyakarta, KSAU Marsekal Madya Soerjadi Soerrjadarma sudah menunggu kedatangan pesawat ini dan memerintahkan agar-
-pesawat tidak perlu berputar-putar sebelum mendarat, untuk menghindari kemungkinan serangan udara terhadap pesawat Dakota VT-CLA ini mengingat di dalam pesawat, ada dua tokoh penting AURI.
Sebelumnya, jam 5 pagi di hari yang sama, penerbang Indonesia melakukan pengeboman menggunakan sebuah pesawat Guntei dan dua pesawat Cureng yang diterbangkan para kadet AURI di atas pasukan militer Belanda di kota Semarang, Salatiga.

Para penerbang yang bertugas pada saat itu adalah : Mulyono, Sutardjo Sigit dan Suharnoko Harbani.
Operasi dengan pesawat Cureng itu menjadi operasi pengeboman pertama dari Angkatan Udara dan menjadi jawaban atas serangan Belanda dalam Agresi Militer Belanda pertama atas lapangan udara Maguwo pada tanggal 21 Juli 1947.
Kembali ke penerbangan Dakota dari Singapura ke Yogyakarta. Penerbangan semula berjalanan aman. Namun sesampainya di atas Kepulauan Bangka-Belitung, sepasang pesawat Curtiss P-40 “Kittyhawk” AU Belanda mulai tampak.
Muncul dan menghilang, begitulah seterusnya dua Kittyhawk bermanuver untuk menguntit Dakota hingga tiba di angkasa Yogyakarta sekira pukul 4 sore.
Saat runway Lanud Maguwo terlihat, pilot Constantine segera menurunkan roda pesawat sambil mengarahkan pesawat berputar sekali-
-sebelum mendarat.
Saat itulah tembakan dari senapan mesin kaliber 12,70 milimeter M2 Browning sepasang Kittyhawk dimuntahkan kedua pilotnya, Letnan Satu B.J. Ruesink dan Sersan Mayor W.E. Erkelens.

“Dakota VT-CLA mengeluarkan asap; baling-baling sebelah kanan patah. Pesawat itu kehilangan keseimbangan dan tembakan masih gencar dilancarkan. Ketika menukik tajam, dari pintu pesawat tampak beberapa sosok tubuh terlempar ke luar.
Pesawat miring hingga sayap kirinya melanggar pucuk pohon, kemudian jatuh melayang membentur tanggul sawah,” ungkap kesaksian seorang bernama Soma Pawiro dalam buku “Awal Kedirgantaraan Indonesia”

Kapten pesawat sempat mencoba untuk mendarat darurat, namun usahanya gagal. Pesawat Dakota VT-CLA ini menabrak pohon dan kemudian terbakar. Hanya bagian ekor dari pesawat yang masih bisa terlihat.
Pesawat jatuh pada tanggal 29 Juli 1947 sore hari di Dusun Pandeyan, Kelurahan Bangunharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Mendengar suara ledakan dan asap membumbung, warga sekitar bahu membahu membantu mengevakuasi para korban dalam keterbatasan cahaya karena gelap gulitanya malam hari kala itu.
7 orang ditemukan dalam keadaan meninggal dunia di tempat, nyonya Berly A.N. Constantine ditemukan selamat namun dalam keadaan luka parah. Sayang, nyawanya tidak tertolong saat perjalanan ke rumah sakit. Sementara satu satunya penumpang yg selamat adalah Abdul Gani Handonotjokro.
Peristiwa itu membuat Belanda mencari alasan untuk mengelak. “Menurut radio Yogya, dua pesawat Belanda menembak jatuh Dakota yang membawa bantuan medis dari Singapura.
Namun jurubicara pemerintah Belanda di Den Haag membantah, berdasarkan komunike Belanda di Batavia, di mana pesawat Belanda hanya memberi tembakan peringatan namun Dakota itu jatuh karena menabrak sebuah pohon,” tulis Suratkabar Nieuwe Apeldoornsche Courant, 30 Juli 1947.
Alasan itu jelas mengada-ada lantaran pada jenazah Beryl Constantine dan Adisumarmo terdapat luka tembak.
Belanda lantas “meralat” pernyataannya bahwa memang benar 2 pilot Kittyhawk, Lettu B.J. Ruesink dan Serma W.E. Erkelens,melepas tembakan tapi lantaran mereka salah mengira-
-pesawat itu sebagai pembom tukik Jepang Ki-49 “Helen”.
Alasan yang lebih mengada-ada itu –lantaran kedua pilot Belanda merupakan alumnus Skadron Nederlands East Indisch (NEI) yang berlatih di Canberra, Australia semasa Perang Dunia II; mustahil mereka tak mengenali bentuk-
-pesawat Dakota yang merupakan andalan Sekutu– kembali direvisi Belanda. Menurutnya, pesawat mereka menembaki Dakota VT-CLA lantaran tak menggunakan insignia palang merah di badan pesawat.
Dunia internasional kian mengecam Belanda, terlebih setelah keluar kesaksian Letkol Peter Ratcliffe, perwira Inggris utusan SEAC (South East Asia Command) yg sedang di Yogyakarta.
Ratcliffe menyaksikan sendiri dua Kittyhawk Belanda itu menembaki Dakota meski Dakota sudah miring menjelang menghantam daratan.
Ketiga korban dari Indonesia, yakni Adjisutjipto, Abdulrahman Saleh dan Adisumarmo, diberikan penghormatan dan kemudian mendapatkan gelar pahlawan.
Semula ketiganya dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Kuncen, baru pada 17 Juli 2000, didirikan sebuah monumen Ngoto di tempat jatuhnya pesawat Dakota. Monumen ini menjadi Monumen Perjuangan TNI AU dan kerangka ketiganya dipindahkan ke lokasi monumen itu berada.

Nama ketiganya kemudian diabadikan menjadi nama Bandara di Indonesia, Bandara Abdulrahman Saleh menggantikan nama Lanud Bugis di Malang. Nama Adisumarmo menjadi nama bandara Internasional di Boyolali menggantikan bandara Panasan.


Sementara Lapangan Udara Maguwo, Yogyakarta tempat seharusnya Dakota mendarat, diubah namanya menjadi Bandara Adisujipto.

Sumber bacaan :
https://www.google.com/amp/s/historia.id/amp/militer/articles/tragedi-dakota-dalam-hari-bakti-angkatan-udara-DO44j
Sumber foto