Downtime, Memahami Gangguan Pada Supply Chain Management

  • Post author:
  • Post category:Pengetahuan
  • Reading time:7 mins read

[quads id=1]

Original thread by Widas ✨? (@WidasSatyo)

[THREAD]

DOWNTIME – Understanding Supply Chain’s Disruption

Salah satu esensi dari Supply Chain Management adalah memastikan semua proses, mulai dari input – WIP – output, semua berjalan lancar.

Namun gimana kalo ternyata tetep ada kendala? Kita kenalan sama konsep DOWNTIME.

Downtime, Memahami Gangguan Pada Supply Chain Management

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang

Menurut kalian, apa yang menjadi sebab umum terjadinya downtime pada proses supply chain?


Sebenarnya istilah Downtime umum digunakan untuk menjelaskan suatu periode dimana ada kendala pada sistem/proses.

Misal, server pemerintah yg melayani data kependudukan gak bisa diakses. Butuh 3 jam buat maintenance.

Nah, jeda 3 jam ini yg disebut dengan DOWNTIME.


Hanya saja dalam konteks bahasan thread-ku kali ini, Downtime akan kubuat spesifik bahas terkait lingkup Supply Chain Management (SCM) saja.

Dalam konteks SCM, downtime bisa dipahami sebagai masa dimana mesin produksi gak berjalan alias off. Kenapa kok sampe gak jalan mesinnya?


Nah, downtime dalam SCM sendiri terbagi ke dalam dua jenis :

– Downtime yang direncanakan (Planned downtime)

– Downtime yang tidak direncanakan (Unplanned downtime)

Lantas apa yang jadi perbedaan diantara keduanya? Kita coba spill tehnya satu-satu. ?


Planned Downtime merupakan downtime yang memang sudah kita rencanakan sebelumnya. Jadi kita udah tau pada waktu tertentu kita gak akan melakukan produksi.

Misal, jelang libur lebaran. Dari jauh2 hari sudah kita antisipasi apa saja yg harus beres sebelum downtime beneran terjadi.


Sedangkan Unplanned Downtime merupakan downtime yang bisa saja terjadi suatu saat.

Penyebabnya bisa beragam, misal : material bahan baku atau kemasan habis, mesin perlu perbaikan, sparepart mesin gak tersedia, hingga insiden seperti ledakan atau kebakaran di area pabrik.

Baca Juga  Vaksin Nusantara Absurd Dan Maksa

Downtime merupakan disrupsi atau hambatan dalam Supply Chain yg gak hanya mengganggu kelancaran produksi dan distribusi, namun juga bikin pembengkakan cost yg nilainya bisa jadi sangat besar.

Sehingga potensi downtime harus bisa di antisipasi semaksimal mungkin.


Coba kita beri sedikit ilustrasi. Misalkan sebuah mesin produksi mampu produksi 100 pcs item PER MENIT. Dan setiap pcs profitnya sekitar Rp. 2,000.

Kalo sampe terjadi downtime, maka perusahaan punya potensi kehilangan profit Rp. 200,000 per menit dan Rp. 12,000,000 per jamnya.


Jadi bisa dibayangkan jika produksi mati selama 6 jam. Maka potensi profit yg hilang bisa mencapai Rp. 72,000,000.

Ini salah satu tangible loss (kerugian yg tampak) yg disebut dengan Lost Production.

Makin lama downtime-nya, makin besar potential profit yg hilang.


Pun demikian dgn lost capacity. Dalam kondisi normal, produksi bisa mencapai kapasitas maksimum mesin.

Misal, saat normal mesin bisa produksi 30 ton sehari. Namun karna downtime, cuma bisa produksi 15 ton aja.

Kalo order pas lagi tinggi, kita bisa babak belur ngejar orderannya.


Ada pula loss dari sisi direct labour atau tenaga kerja. Kalo kapasitas berjalan maksimal, potensi profit bisa maksimal, namun cost tenaga kerja gak berubah. Bisa efisien.

Begitu ada downtime dan gak bisa produksi, potensi profit turun, tapi cost tenaga kerjanya tetep kehitung.


Menurut data yg disajikan @BELFORGroup, disruption seperti unplanned downtime, damagenya secara materi gak main-main.

Sbg contoh dari data berikut :
Pada tahun 1989, Industri kimia pernah mengalami loss sampe 298 juta euro karna ada disrupsi pada proses supply chainnya.


Jika ditotal semua kasus sejak tahun 1996 sampe tahun 2015, bisa dikatakan kerugian akibat disrupsi pada supply chain jumlahnya 1/3 dari total damages.

Baca Juga  Bagaimana Sejarah Terbentuknya Kota Semarang?

Tidak mengherankan jika salah satu goal utama SCM adalah mengeliminasi faktor-faktor penyebab downtime.


Salah satu faktor terjadinya downtime adalah ketika material bahan baku atau kemasan tiba-tiba habis.

Produksi gak bisa jalan. Order ndak terpenuhi. Customer pindah ke lain hati.

Makin suram kalo ternyata itu customer besar yg biasa jadi pelanggan setia kita. Remuk lah kita.


Sehingga aspek planning raw material menjadi sangat krusial.

Kita harus bener-bener memperhatikan forecast, history pemakaian, dan batas safety stock yg saat ini kita miliki.

Sehingga kita gak sampe kehabisan bahan baku yg menyebabkan mesin produksi mengalami downtime.


Kerusakan pada mesin juga seringkali jadi sebab terjadinya downtime.

Perbaikan tentu membutuhkan waktu yang gak bisa kita pastikan. Tergantung seberapa parah dan bagian mana yg rusak.

Apalagi kalo stock sparepart mesinnya kosong juga. Bisa makin lama downtimenya.


Sepertinya halnya raw material, menjaga stock sparepart mesin menjadi krusial. Kita harus tau item mana saja yg fast moving dan slow moving.

Selain itu, maintenance rutin juga wajib diperlukan untuk meminimalisasi potensi seringnya terjadi downtime secara tiba-tiba.


Kadang ada insiden yg membuat pabrik mengalami downtime dalam periode waktu cukup lama.

Misal, pabrik mengalami kebakaran. Proses recovery-nya tentu gak sebentar. Dan gak murah pula pastinya.

Sehingga downtime jenis ini harus bisa dihindari at all cost. Amit-amit dah.


Salah satu ikhtiarnya dgn rutin melakukan evaluasi semua prosedur keselamatan kerja yg ada.

Pastikan semua pekerja teredukasi tentang bahaya dan resiko pekerjaan yg mereka hadapi.

Program training K3 diharapkan bisa menekan resiko terjadinya insiden yg tidak diinginkan.


Namun perlu diingat lagi kalo ndak semua downtime merupakan “bencana”.

Baca Juga  Kenapa Mayoritas Umat Islam Indonesia Bermazhab Suni Syafii?

Ada downtime yang emang udah direncanakan. Bahwa emang pada titik tertentu mesin pun perlu “diistirahatkan”.

Namun kita tetep perlu melakukan antisipasi agar aktivitas supply chain tidak terhambat.


Salah satunya dengan mengantisipasi ketersediaan barang dan lonjakan demand pasar.

Sebelum melakukan downtime, pastikan kita sudah “menumpuk” stock sampai batas tertentu.

Sehingga ketika mesin downtime, distribusi barang tetep bisa berjalan karna stocknya udah tersedia.


Apakah mungkin downtime bisa dieliminasi 100%?

Sejauh aku melihat sendiri kondisi di lapangan, downtime pada prakteknya sulit untuk bisa dieliminasi 100%.

Yang bisa kita lakukan adalah melakukan antisipasi dan meminimalisasi terjadinya downtime tersebut.


Jadi demikian penjelasan singkatku tentang downtime dalam aktivitas supply chain.

Semoga bisa memberikan insight baru ya.

Sampai ketemu di tulisan berikutnya.

[THREAD – END]

Leave a Reply