Original thread by OM RASTH (@rasth140217)
RINTIHAN ARWAH KORBAN KEKERASAN
(Kisah Nyata)
@bacahorror #bacahorror
(Gambar hanya ilustrasi)

“Puna segah masin cis ayun Ijam te pahari ae.. (Memang bagus sekali mesin perahu milik Ijam itu.) ”
(Pahari artinya saudara/saudari, panggilan yang memang sering di gunakan orang2 dayak bakumpai dengan lawan bicaranya. Karena orang2 dayak bakumpai sangat rakat
Satu sama lain, meskipun tidak memiliki hubungan darah, tapi rasa persaudaraan terjalin erat.)
“Ah, jida balasu yaku dengan masin cis kakilah hikau te. (Ah, tidak panas aku dengan mesin perahu seperti itu.) ” ujar Anjang Marmis sembari menghisap tengko nya
“Auhum ah jida balasu, babiat due telu andau tuh mamili kia ikau. (Katamu yang tidak panas, tau2 dalam 2 atau 3 hari ini kau membelinya juga.) ” goda Uwak Ancah tersenyum, pelan2 ia angkat gelas kopinya yang masih mengepulkan asap
“We.. Iweee.. ” panggil Anjang Marmis pada seorang laki2 berusia 35 tahunan yang saat itu tengah lewat di depan tempat mereka bersantai
“Buhen njang? (Kenapa njang?) ” tanya Iwe
“Ikau jeu haur lah? Yaku ada taluh ji inyuhu kuh dengam. (Besok kau sibuk tidak?
Soalnya aku ingin menyuruhmu melakukan sesuatu. ) ”
“Dada haur beh pang jeu ulun. Handak manyuhu naray garang pian njang? (Saya tidak ada kesibukan besok. Memangnya mau menyuruh saya untuk melakukan apa njang? ) ”
“Yaku handak manyuhu ikau, mawi akangkuh kurungan manuku te, awi jeu yaku handak mansuh kan pasar ganal. (Aku ingin menyuruhmu, membuatkanku kurungan untuk ayamku itu. Soalnya besok aku mau pergi ke pasar besar.) ”
Iwe mengangguk,
“Tau beh asal ada barang e beh njang ae. (Bisa saja, asal ada alat2nya njang.) ”
“Alat2nya sudah ku siapkan semua. Jadi kau tinggal kerjakan saja we. ”
“Beres kalau begitu, saya akan pastikan saat anjang pulang nanti, sebuah kurungan yang bagus
sudah berdiri dan siap di gunakan. ”
Anjang Marmis mengangguk, ia melepaskan kopiah hitamnya, dan mengeluarkan sejumlah uang lalu memberikan uang itu pada Iwe.
“Tuh upahum, yakunah dada tabiasa harian manjuluk upah ayun uluh. Sabaik2e, labih baik hindai,
arep manjuluk upah ayun uluh te sehindai bebese mahantis. (Ini upahmu, aku ini memang tidak terbiasa membayar upah setelah kerjaan orang itu selesai. Karena sebaik2nya, lebih baik lagi kalau kita membayarkan upahnya sebelum keringat orang itu menetes.) ”
“Puna segah kia atei bua pahariku jituh. (Memang baik hati saudaraku ini.) ” puji Uwak Ancah dan yang lain nya
Anjang Marmis tersenyum simpul,
“Terima kasih njang. ” ucap Iwe seraya menyimpan uang pemberian Anjang Marmis kedalam kantongnya,
Setelah Iwe pergi, terlihat seorang wanita datang menghampiri mereka, rupanya itu adalah istri Anjang Marmis.
“Kenapa? ” tanya Anjang Marmis pada istrinya yang senyum2 sendiri tersebut
“Si Lita sudah sampai rumah bah. Dia bawa teman nya, cantik sekali. ”
Mendengar anak gadis kesayangan nya itu sudah datang, Anjang Marmis Langsung beranjak dari duduknya,
“Aku pulang dulu pahari. ”
Langkah Anjang Marmis tampak tergesa, wajahnya pun terlihat sangat cerah
Sekali.
Setelah menyeberangi jembatan kecil mereka tiba di rumah Anjang Marmis. Rumah itu memiliki halaman yang lumayan luas dengan berbagai macam tumbuhan di atasnya.
Ada pohon rambutan, mangga, dan jejeran pohon cabe di depan rumah.
Di ayunan yang ada di pelataran rumah itu, ada 2 orang gadis yang sedang duduk berayun.
“Abaaaahhhh… ” panggil Lita manja ia bergegas turun dari ayunan dan langsung memeluk sang ayah
“Rindunya abah dengan anak gadis abah yang cantik ini. Bagaimana sekolah mu Lita? ” tanya Anjang Marmis seraya mencium kepala anaknya
“Tidak ada masalah bah, semuanya oke. Cuma dompetku saja yang bermasalah. Akhir2 ini banyak yang harus di beli bah, peralatan sekolahku. ”
“Kau tau kan abah sanggup melakukan apa saja untuk kamu, jangankan cuma uang, nyawa pun akan abah berikan. ”
Lita semakin erat memeluk ayahnya, namun Anjang Marmis segera melepaskan pelukan Lita.
“Abah bau, Lita. Abah baru selesai memeriksa kebun. ”
“Tidak apa2 bah, kan Lita sayang abah. ” ujar Lita menggelayuti tangan ayahnya
Anak Anjang Marmis memang hanya ada 2 saja. Yang sulung laki2 dan sudah menikah, sementara yang kedua ini masih bersekolah, ia hanya akan pulang sewaktu2 jika kehabisan uang atau waktu liburan.
“Oh iya bah, Lita lupa, ini kenalkan teman Lita orang B**b*n, namanya Sari. ”
Anjang Marmis tersenyum pada gadis itu,
“Sudah ijin orang tuamu, kalau ikut Lita ke sini? ”
“Saya tidak punya orang tua lagi mang. ”
Anjang Marmis mengerutkan alisnya,
“Lalu kau tinggal
Sama siapa? ”
“Sebelumnya saya ikut amang dan acil saya. ”
“Ohh. Jadi amang dan acilmu ya yang membiayai sekolahmu. ”
“Tidak mang, saya kerja paruh waktu untuk membiayai sekolah dan kost saya. Sepulang sekolah atau di hari2 libur saya kerja di tempat orang
Jadi pembantu. ”
“Ya Allah. Kasian sekali nasib mu nak. ”
Sari tersenyum,
“Mau bagaimana lagi mang, sudah takdirnya begitu. ” ucap Sari
“Makanya saya iri melihat keakraban Lita dan orang tuanya seperti ini, karena saya sendiri dari kecil tidak pernah merasakan
Kasih sayang orang tua. Uma meninggal setelah melahirkan saya, dan abah meninggal sewaktu saya berusia 2 tahun. Setelah itu saya tinggal bersama nini saya. Tapi setelah nini meninggal saya ikut dengan beberapa keluarga (di pindah2). Dan berakhir di rumah amang saya ini. ”
—-
Selesai mandi, Anjang Marmis ikut berkumpul bersama anaknya. Sementara sang istri sibuk memasak di dapur.
Tiba2 dari arah luar terdengar suara motor berhenti,
“Bah, ada orang kena sambar buaya di hulu. Itu ramai sekali orang2 kumpul di rumah Kai Dagui
Hapakat untuk menangkap buaya itu. ” ujar Hengki
(Hapakat artinya berembuk/bertukar pikir, bisa antar warga atau keluarga.)
“Hau, yang benar kau ki?!! Siapa yang kena sambar buaya? ” tanya Anjang Marmis
“Iya betul bah, abahnya Gori yang kena sambar. ”
(Sebenarnya kebanyakan warga bakumpai menyebut abah/ayah itu dengan sebutan Apa. Tapi karena sebutan ini bisa membuat salah paham pembaca, jadi om ubah menjadi abah saja?)
Anjang Marmis langsung berdiri, ia lantas masuk kedalam kamar dan keluar lagi dengan membawa tombak di tangan nya.
“Ayo kita ke hulu. ”
“Bah, tapi abah kan belum makan. Nanti kapuhunan bah. ”
(Kapuhunan adalah ketika kita ingin makan/ingin makan sesuatu, atau sewaktu di tawari makanan/minuman lalu kita menolak tanpa mencicipi makanan/minuman itu maka kita akan terkena sial, bisa sakit karena di ganggu mahluk
halus atau malah sampai di gigit binatang berbisa)
Anjang Marmis berjalan ke dapur untuk mencicipi sedikit masakan istrinya yang masih belum jadi.
“Aku ikut mencari Kaspul. ” pamit Anjang Marmis pada istrinya
“Hati2 bah. Buaya itu sudah banyak memakan korban. “ucap sang istri
Anjang Marmis mengangguk, lalu berjalan keluar. Di halaman rumah Hengki sudah menunggu dengan motor revo pretelan nya.
“Mana motormu yang satunya ki? ” tanya Anjang Marmis
“Aku sandakan bah. ”
“Hah? Kalau kau perlu uang bilang padaku ki. Jangan asal menyandakan barang seperti
Itu ! ”
(Mohon maaf ponakan2 om mau numpang ngiklan dulu.
Barangkali ada ponakan2 yang berminat/tertarik.
om ada menjual madu hutan, obat2an herbal untuk sakit pinggang, prostat, kanker, tumor, stroke, asam lambung dll.
Hingga minyak2 kalimantan nya, mulai dari Penglaris
pagar diri/usaha/rumah dari hal2 jahat. Pemikat Lawan jenis, Penunduk lawan bicara, pembuka aura biar di senangi orang2 di sekitar. Untuk kewibawaan(bagus buat ponakan yang selalu di remehkan bos ataupun bawahan) dan minyak Arjuna yang membuat kita mudah bergaul/mudah
Di terima oleh orang2 di sekitar kita terutama lawan jenis, membuat lawan jenis jadi tertarik/suka.
Om juga melayani pemikat jarak jauh kalau berminat dan mau tanya2 ataupun curhat berbayar (PRIVASI DI JAMIN AMAN) silahkan hubungi om Rasth melalui DM atau WA di – 0856 5403 7262
Terima Kasih??)
“Ah abah ini, kalau aku terus mengadu pada abah tentang masalahku, kapan aku bisa jadi mandiri dan jadi suami/ayah yang hebat untuk keluarga kecilku bah. ”
Anjang Marmis menghela nafas panjang, ia salut pada jawaban anak sulungnya itu.
“Abah bangga padamu Ki. Tapi rasanya tak ada orang tua yang akan membiarkan anak2nya hidup susah. Dan selagi abah masih hidup, abah akan melakukan apapun untuk anak cucu dan menantu abah. ” ujar Anjang Marmis
Hengki terdiam, ia tersenyum menatap jalan yang berbatu.
Ia tau ayahnya begitu baik dan sayang pada anak2nya, karena itu pula lah Hengki ingin menjadi seperti ayahnya.
Obrolan keduanya pun terhenti ketika mereka tiba di rumah kai Dagui yang sudah di penuhi orang2.
“Ayu tak, ikau barake badinu kai Bagum. Mangat itah tulak manggau buayi ji mangkuman Kaspul te. (Ayo Tak, cepat kamu jemput kai Bagum. Biar kita langsung berangkat mencari buaya
yang memangsa Kaspul itu.) ” ujar Kai Dagui ketika melihat kedatangan Hengki dan Anjang Marmis
Anjang Marmis menyelipkan uang di kantong Hengki,
“Untuk beli bensin. ”
—–
Hampir satu jam menunggu, namun Hengki dan kai Bagum belum juga datang.
“Kalau kita menunggu mereka disini, buaya yang akan kita cari itu bisa saja sudah masuk ke liangnya. Dan kalau sudah begitu, pasti akan sangat sulit untuk menemukan jasad Kaspul. ” ujar Anjang Marmis
Orng2 yang berada disana mengangguk menyetujui perkataan Anjang Marmis.
“Kalau begitu kita bagi jadi 3 kelompok, 2 kelompok berangkat lebih dulu untuk mencari buaya itu, dan biar aku bersama beberapa orang lain nya yang menunggu kedatangan Si Hengki dan Kai Bagum.
Nanti kami akan menyusul kalian. Tapi ingat, kalian harus saling bantu jika ingin menangkap buaya itu, karena tanpa pawangnya buaya itu pasti akan sangat liar dan buas. ” ujar Kai Dagui
Anjang Marmis membagi kelompok, lalu kemudian mereka pun berangkat menggunakan beberapa buah perahu mesin(cis).
Di sepanjang jalan, Anjang Marmis menanyakan kronologi awal kejadian nya pada salah satu orang yang ikut bersama di dalam perahu mesin tersebut.
“Awalnya kan mereka itu pergi mencari ikan, nah pada saat mereka ma’awang rengge yang sebelumnya di pasang di beberapa tempat terpisah itu, mereka masing ma’awang satu rengge dan kebetulan tempat pasangan rengge milik Kaspul itu ada di muara sungai yang sering
Terlihat ada penampakan buaya besarnya itu, nah saat itu si Bardi mendengar suara kacawak2 (suara air seperti di obok2) di tempat Kaspul ma’awang rengge ketika di datangi, di sana sudah tidak ada lagi terlihat keberadaan Kaspul. ”
(Ma’awang rengge adalah mengangkat
Pasangan alat mirip jaring tapi memanjang dan tidak berbentuk bulat seperti jaring pada umumnya, dan biasanya Rengge itu di pasang membentang di sungai, sehingga akan banyak ikan yang terperangkap.)
Saat memasuki sungai tempat kejadian, Anjang Marmis berdiri dan bersiap dengan tombak di tangan nya. Namun sepanjang sungai itu tidak terlihat sama sekali keberadaan buaya tersebut.
Tapi tidak berapa lama kemudian, tiba2 tercium bau ganyir (amis) yang sangat menyengat.
“Buayi tuh.. (Ini buaya.) ” ujar orang2 di cis depan
Mereka bersiap2 dengan mandau dan tombak yang di bawa.
Benar saja, hanya beberapa saat setelah itu. Tiba2 perahu cis milik Amang Rusman, di hempas oleh ekor buaya besar tersebut hingga karam.
Melihat teman2nya terancam, Anjang Marmis dengan gagah berani langsu g terjun kedalam air bersama tombaknya
Cukup lama Anjang Marmis maneser(menyelam), dan belum juga ia muncul ke permukaan.
Orang2 yang perahu mesin nya tadi sempat karam karena kena hantaman ekor buaya tersebut, menunggu Anjang Marmis dengan cemas.
“Belum kia kah iye tuh. Pina tahi banar huang danum. (Masih hidupkah dia ini. Lama sekali didalam air.) ”
Tidak berapa lama terdengar suara mesin cis lain yang mendekat, rupanya itu adalah Hengki bersama kai Dagui dan juga kai Bagum yang datang.
“Mana abah saya?? ” tanya Hengki
Tak ada satupun yang bisa menjawab pertanyaan Hengki, mereka hanya menatap diam keair sungai.
Seakan tau apa yang sudah terjadi pada ayahnya, Hengki dengan derai air mata berusaha masuk kedalam air. Namun di tahan oleh kai Dagui.
“Ngahau beh buayi e. (Kita panggil saja buayanya.) ” ujar kai Dagui
Kai Bagum tanpa mengatakan apa2 mulai merapalkan mantera untuk memanggil buaya besar tersebut.
Tidak berapa lama seekor buaya hitam besar muncul di ikuti beberapa ekor buaya lain nya.
Orang2 itu kaget melihat ada 4 ekor buaya disana, 2 di antaranya sangat besar, dan 2 lain nya masih kecil (mungkin jika di perandaikan seperti manusia, 2 ekor buaya kecil itu masih remaja)
Kai Bagum seperti sedang berbicara pada salah satu buaya tersebut, namun tak begitu jelas apa yang beliau katakan.
Lalu kemudian salah satu di antara buaya yang paling besar tadi kembali menyelam kedalam sungai. Dan tidak begitu lama kemudian,
Terlihat tubuh Anjang Marmis muncul kepermukaan. Buaya itu mendorong tubuh Anjang Marmis menggunakan punggungnya,
“Ayu barake yangkat. (Ayo lekas di angkat.) ” perintah Kai Dagui
Namun tak ada yang berani selain Hengki dan kai Dagui sendiri.
Mereka menyeret tubuh Anjang Marmis ke tepi sungai.
“Bah bangun bah.. ” isak Hengki
Sementara itu kai Bagum masih terus merapalkan mantera, dan buaya2 itu masih tetap mengambang tanpa bergerak sedikitpun.
“Batulak ikau badinu manusia ji nyambar awen tanau. (Berangkat kau untuk menjemput manusia yang mereka sambar tadi.) ” perintah kai Bagum pada
Buaya besar itu
Saat kai Bagum masih terus merapalkan mantera, kai Dagui dengan sangat hati2 mulai mendekat kearah salah satu buaya untuk mengikatnya.
Saat tali diikatkan pada moncong si buaya, buaya itu sama sekali tak bereaksi.
Melihat kai Dagui yang terbilang cukup kesulitan mengikat si buaya, orang2 yang berdiri di tepian pun segera turun untuk membantu.
Seekor buaya berhasil di ikat bagian moncongnya.
Setelah berhasil mengikat ketiga buaya itu, mereka pun menunggu kedatangan buaya keempat dengan antusias.
Setelah hampir 2 jam lamanya, dan hari pun sudah mulai sore, akhirnya tubuh Kaspul pun terlihat keluar dari air dalam keadaan sudah tak bernyawa.
Dan saat orang2 akan menangkap buaya besar itu, Kai Bagum mencegahnya, karena ternyata buaya itu adalah gaduhan nya(peliharaan)
Mereka bersama2 kembali ke kampung dengan di iringi 3 buaya yang terikat moncongnya, dan satu buaya yang berenang kadang ke depan dan kadang di belakang, seperti sedang menjaga orang2 itu.
Saat sampai di desa, kedua buaya kecil itu sesekali berontak saat di tarik paksa oleh orang2 keluar dari sungai.
Namun ketika mantera pembungkam buaya di rapalkan oleh kai Bagum, buaya2 itupun seperti kehilangan tenaganya
Dan hanya pasrah ketika di tarik orang2.
Di pantai (sebutan untuk tepi sungai namun tanah nya cukup luas) orang2 sudah sangat banyak berkumpul, mulai dari anak2 hingga orang tua, mereka berbicara satu sama lain dengan antusias sambil menunjuk2 ke arah buaya2 itu.
Pihak keluarga Kaspul histeris melihat orang2 menggotong mayat mang Kaspul.
Begitu pun juga dengan istri dan anak Anjang Marmis. Lita histeris bahkan sampai pingsan karena melihat ayahnya yang sudah tak bernafas.
Hengki pun tak kalah sedihnya, ia benar2 tak menyangka.
—–
Seminggu setelah pemakaman Mang Kaspul dan Anjang Marmis Lita dan Sari terpaksa harus kembali ke kota besar untuk bersekolah. Meski pada mulanya Lita menolam untuk kembali ke kota karena tak tega meninggalkan
Sang ibu yang tentunya masih di rundung kesedihan yang mendalam atas kepergian sang suami yang tak di sangka2.
Hari itu mereka berdua di antar oleh Iwe, karena Hengki tak bisa mengantar adiknya ke pelabuhan besar sebab ada beberapa pekerjaan yang harus dia selesaikan.
Perjalanan mereka pada awalnya tak ada hambatan, sampai beberapa saat kemudian, Sari ingin buang air kecil dan terpaksa perahu cis yang mereka tumpangi harus singgah terlebih dulu.
“Jangan lihat kesini. ” teriak Sari
Namun Iwe tak sengaja melihat kearah Sari, yang mengakibatkan Sari marah besar.
(Kalau ponakan2 bertanya, kenapa buang air nya tak di semak2 karena tempat mereka singgah itu di bawah tebing batu yang sehingga sari tidak bisa
Kemana2 selain berlindung di bebatuan yang tak seberapa besarnya itu.
Entah setan apa yang merasuki Iwe saat itu, karena setelah mendengar ocehan dan omelan Sari yang tak henti tersebut, Iwe langsung beranjak dari duduknya di bagian kemudi lalu menarik kasar rambut Sari
Sampai gadis itu menjerit kesakitan.
Tak hanya sampa disitu, Iwe juga memukul dan mendorong tubuh Lita, ketika ia mencoba menolong Sari.
“Jangaaaann maaaang!!! ” teriak Lita
“Toloooooong..!!! ” teriak Lita berulang kali
Kepalanya yang terluka itu, membuatnya sesekali
Terjatuh ketika berlari kearah Sari yang masih mencoba melawan Iwe.
Namun mau bagaimana pun ia melawan dan berontak, Sari tetap kalah jauh tenaganya bila di bandingkan dengan Iwe.
Lita yang membawa batu di tangan nya itu berniat untuk memukulkan batu itu pada Iwe,
Namun ketika ia melihat Sari yang sudah tak bergerak lagi itu di telanjangi, Lita pun hanya bisa berteriak2 menghalangi Iwe.
“Dasar gilaaa!!!! Kau benar2 setaaannn!!! ” teriak Lita
Lita terus menerus melemparkan batu pada Iwe. Namun lelaki gila tersebut tak juga berhenti melakukan perbuatan bejatnya pada tubuh Sari yang sudah tak bergerak.
Lita terhenti, ia langsung berbalik untuk berlari menghindar ketika Iwe mulai mendekatinya.
“Kau gilaaa!!! ” teriak Lita sesenggukan
Iwe berlari mengejar gadis itu dengan penuh nafsu ingin mengahajarnya.
Bruuuukkk.. Lita terjatuh karena terus melihat kebelakang tanpa memperhatikan jalan di depan nya.
Dengan cepat Iwe menarik rambut Lita yang terus berteriak.
Lita menggigit tangan Iwe sampai berdarah, dan itu membuat lelaki iblis tersebut menjadi semakin marah pada Lita, wajah Lita di tampar dan dipukulinya habis2an.
Lita lemas, namun ia tak ingin menyerah begitu saja ketika Iwe mulai berusaha membuka pakaian nya.
Di saat2 seperti itu, Lita teringat pesan2 Almarhum ayahnya dan jurus2 kuntau yang dulu sempat Lita pelajari dari sang Ayah.
Dengan tenaga yang masih tersisa, Lita kembali berusaha untuk melawan. Dan kali ini Iwe terjatuh karenanya.
Lita yang sudah gemetar ketakutan itu melemparkan batu kearah Iwe dan berhasil mengenainya, namun lukanya tidaklah fatal.
Lita tak memperdulikan lagi kakinya yang berdarah2 tertusuk batu2 tajam, ia terus berlari sambil terus menangis dengan tubuh gemetar.
Karena tak ada pilihan, sementara Iwe terus mengejarnya, Lita pun mau tak mau terjun kedalam sungai, meski ia tau di tengah sungai di depan tebing tersebut ada sebuah liang buaya yang tembus ke sungai barito.
Lita terombang ambing di tengah arus sungai, sementara itu, Iwe hanya menatapnya dari kejauhan.
Ia saat itu sebenarnya ingin mengejar Lita, namun ia urungkan, karena liang di tengah sungai itu mulai menghisap apapun yang berada di sekitar sana.
(Air yang berputar2/membentuk pusaran air yang bisa menghisap apapun).
Saat itu, Iwe mengira Lita pasti sudah mati karena terhisap pusaran air. Namun ternyata, Tuhan masih melindungi Lita. Ia selamat.
Tak tau seberapa menyakitkannya Lita saat itu, yang pasti ketika di temukan warga tepian hilir, dia sudah dalam keadaan tak dapat berbicara.
Bila di tanya, ia langsung menangis dan menutup telinga.
Sementara itu, di desa, saat Iwe pulang, ia tampak berbeda, ia berkelakuan mirip seperti orang yang kurang waras, bahkan bertelanjang dan berteriak2 bahwa ia sudah membunuh seseorang.
Bahkan ketika di tanya Hengki apakah adiknya sudah di antar dengan selamat ke kota, Iwe malah
Tertawa terbahak2 lalu kemudian menangis terisak.
“Aku sudah membunuh mereka! Gadis cantik itu mati saat akan aku per***a.”
“Bicara yang waras bangsattt!! Kau jangan main denganku !! ” bentak Hengki
Tapi Iwe dengan terisak, menceritakan semuanya dengan detail. Tapi Hengki dan warga lain tak ada satupun yang percaya. Karena mereka kenal betul siapa Iwe, Iwe begitu baik dan sering membantu warga tanpa meminta imbalan apapun, kecuali di kasih. Selain itu dia juga sangat ramah
dan suka bergaul dengan warga desa, jadi sulit di percaya jika ia sudah membunuh bahkan juga melecehkan seorang gadis, meskipun itu ia sendiri yang mengaku.
Tetapi, melihat keadaan iwe yang seperti itu sekarang. Rasanya memang sulit untuk di percaya.
2 hari sudah Hengki mencari2 keberadaan adiknya, bahkan ia sudah sampai ke kota untuk memastikan apakah adiknya baik2 saja. Namun sama sekali tidak ada hasil.
Hengki mulai ragu dengan pengakuan Iwe.
“Jangan2 itu semua benar?
”
—-
“Tadi malam saat aku pulang dan lewat di tebing batu, mesin cis ku mati tiba2, lalu saat aku mencoba menepi, aku melihat ada orang berdiri di atas bebatuan itu, ia merintih, menangis sesenggukkan. Namun
ketika aku melihat kearahnya untuk yang kedua kalinya, sosok itu menghilang. ” cerita Ijam
“Apa jangan2 itu siluman buaya? ”
“Ah ku rasa bukan. Karena liang buaya itu sudah sangat lama disana, tapi baru kali ini aku mendengar ada penampakan. ”
—-
Hari itu sudah merupakan hari ke 7 bagi Hengki mencari keberadaan adiknya,
Ia sudah mulai putus asa, apalagi Iwe sudah pergi dan tidak di ketahui keberadaan nya hingga sekarang.
Mesin cis Hengki tiba2 mati ketika ia sampai di desa hilir, tempat adiknya di selamatkan oleh warga.
Hengki kehabisan bensin, dan terpaksa harus naik keatas (desa) untuk membeli bensin eceran (memang disana tidak ada pertamina. Bensin pun pada kala itu cukup mahal.)
Warga desa itu terdengar sedikit kaku dalam berbahasa bakumpai, karena memang di desa itu keseluruhan warganya adalah dayak siang murung.
Jadi bahasanya memang berbeda, dan walaupun mereka bisa bahasa suku lain, tapi akan terdengar kaku di telinga.
(Sama lah seperti om rasth ketika menggunakan bahasa indonesia, lagam dayaknya tidak bisa hilang, meski sudah cukup lama tinggal dan berbicara dalam bahasa banjar setiap hari?.)
“Sudah mau berbicara kah gadis itu? ” tanya seseorang pada pemilik warung kecil tersebut
“Belum, sepertinya dia mengalami gangguan kejiwaan. ”
“Gadis, gadis siapa yang kalian bicarakan? Memang nya dia kenapa? ” tanya Hengki
Lalu si pemilik warung pun menceritakan apa yang terjadi,
“Boleh saya melihat gadis itu? Karena sudah seminggu ini kami kehilangan adik perempuan kami. ”
Si pemilik warung mengangguk,
Dan akhirnya Hengki pun di antarkan ke rumah di mana Lita di rawat.
Hengki bernafas lega melihat adiknya masih hidup.
Namun saat di pegang oleh Hengki, Lita menjerit dan meraung2.
“Dia memang seperti itu kalau melihat laki2. ” ujar si pemilik warung
“Ya Tuhan, kenapa bisa begini keadaan adik saya.? ”
“Kami juga tidak mengetahui apa yang terjadi pada adikmu, yang pasti kami menemukan nya di sungai sana dengam keadaan sudah begini. ” ujar ibu2 tua yang merawat Lita
“Sebaiknya kau pulang dulu, kabarkan dengan orang tuamu, biar lebih mudah untuk kamu membawanya pulang. ” lanjut ibu2 itu
Hengki mengangguk, ia membenarkan saran dari ibu2 tersebut.
Hari sudab begitu gelap ketika Hengki pulang, ia bahkan di pinjamkan suar untuk menerangi jalan
Di malam hari agar tak menabrak junggak dll.
Saat melewati Tebing batu, cis Hengki mendadak mati, dan ia mendengar suara rintihan dari arah tebing batu. Namun ketika suar di arahkan ke sekitar tebing, Hengki sama sekali tak melihat apapun di sana.
Singkat cerita, Lita berhasil di bawa pulang. Meski ia sempat histeris ketika melihat Hengki.
Untungnya pelukan sang ibu, cukup berhasil membuatnya tenang.
2 minggu telah berlalu, keadaan Lita tak ada kemajuan. Ia kini malah sering berbicara sendiri, jika ibunya bertanya, Lita selalu menjawab jika sari ikut tinggal dengan nya.
Sementar itu berita tentang rintihan di tebing batu itu masih sering terdengar, hingg saat ini. Kadang2 suara tanpa wujud tersebut memanggil orang2 yang lewat di sana.
Sampai di suatu hari, rumah Lita kedatangan amang dan acilnya Sari yang menanyakan keberadaan Sari.
“Kami tidak mau tahu apapun alasan nya, yang pasti, kata pemilik kostnya, sari pergi bersama anak ibu! ”
“Dan kami pun juga tidak tau di mana Sari saat ini. Karena pada hari itu mereka berdua dengan Lita ini sudah berangkat ke kota besar. ”
“Saya tidak mau tahu.! ”
Perdebatan sengit terjadi disini,
“Baiklah kalau begitu, lalu sekarang apa yang ibu dan bapak inginkan dari kami? Karen kami saat ini benar2 tidak tau keberadaan Sari. Apalagi dengam keadaan adik saya yang seperti ini, akan sangat sulit di tanyai. ”
“Kami minta uang pengganti. ”
“Berapa? ”
“100 juta. ”
“Apaaa??? ” terbelalak mata Hengki dan ibunya mendengar jawaban singkat kedua orang yang mengaku keluarga Sari tersebut
Akhirnya setelah menjual kebun milik ayahnya, Anjang Marmis. Hengki berhasil mendapatkan uang pengganti untuk di serahkan pada keluarga sari.
Dan sampai saat ini jika sari benar2 mati seperti apa yang di ceritakan oleh Iwe, jasadnya tidak pernah di temukan. Entah benar atau tidaknya cerita dari Iwe. Karena pada saat kejadian itu memang tidak ada saksi lain selain Lita, tapi hingga saat ini pikiran Lita sudah tidak
Tidak normal seperti dulu lagi. Bahkan ia tidak akan berbicatra pada orang lain selain ibunya.
Dan untuk keberadaan Iwe, Hengki sudah berusaha mencarinya, namun tidak di temukan sama sekali.
—-SELESAI—-
Untuk ponakan2 yang mau nyawer, bisa berupa pulsa, dan ini nomornya : 0856 5403 7262
Atau klik link ini untuk nyawer seikhlasnya – https://saweria.co/donate/Omrasth14
Sebelum dan sesudahnya, om ucapkan terima kasih banyak??