Original thread by Cerita dari Arwah Penasaran (@cerita_arwah)
Majikan Pemuja Iblis
( Pengalaman Horror Merawat Majikan Jompo )
@PenulisMalam94
@bacahorror
@horrornesia @ceritaht @IDN_Horor
@HorrorBaca
@Penikmathorror
#Horrortruestory #utashorror #ceritaserem
#bagihorror #Horrorthread #bacahorror #ceritasetan #penikmathorror

Di tahun 2002 Purwati mendaftarkan dirinya menjadi ART di perusahaan penyalur tenaga kerja daerah Jakarta. Di tahun tersebut umur Purwati masih dibilang sangat belia (15 tahun). Walaupun Purwati masih tergolong ART yang belum berpengalaman namun ia tetap nekat
untuk bekerja mengadu nasib di ibu kota. Berhari-hari Purwati berada di penampungan menanti majikan yang akan membawanya bekerja, akhirnya penantian itupun terjawab juga setelah Pak Iskandar beserta istrinya Ibu Maljinah bersedia membawa Purwati bekerja dirumahnya sebagai ART.
Purwati lalu dibawa ke rumah majikannya itu dikawasan perumahan elit Jakarta Selatan. Setibanya disana, seperti biasa Purwati diajak berkeliling rumah untuk diperkenalkan dengan 3 ART lain serta anak-anak dari Pak Iskandar dan Ibu Maljinah yang bernama Revano 10 tahun,
Egar 7 tahun, dan juga Melisa 5 tahun. Selama satu minggu Purwati bekerja tidak ada hal-hal aneh yang ia rasakan. Keluarga Pak Iskandar pun bisa dibilang keluarga yang ramah tamah, ke-3 anak-anaknya sopan dan para ART lainnya pun bersahabat menyambut Purwati.
Keadaan yang tenang itu berubah mana kala Purwati diminta pak Iskandar untuk mengurus ibundanya. Nah, bagaimana kelanjutan kisah Purwati, seperti biasa langsung masuk ke dalam ceritanya ya.. Bismillahirrahmanirrahim..–(tbc spoilernya dulu)
–Pagi itu yayasan penampungan tenaga kerja ART tempat Purwati tinggal didatangi beberapa orang tamu yang akan memilih calon ART. Sebenarnya pemandangan itu sudah biasa terlihat setiap hari, tapi kini yang menjadi pembeda bagi Purwati adalah dirinya ikut dipanggil oleh Ibu Fitri
untuk diinterview calon majikan. “Pur, nanti kamu ikut saya yah ke ruangan. Ada calon majikan yang mau mempekerjakan mu.” Ucap ibu Fitri lembut “Nggeh baik bu” jawab Purwati. Mendengar hal tersebut Purwati seketika menjadi sumringah. “Alhamdulilah, semoga saja calon majikan ku
ini baik ya Allah.” Gumam nya dalam hati sambil berjalan menuju ke ruang ibu Fitri.
TOK…TOK..TOK..
“Assalamu’alaikum..” sapa Purwati dari balik pintu “Waalaikum salam Pur, silahkan masuk nih. Calon majikan mu sudah menunggu.” Jawab ibu Fitri mempersilahkan Purwati masuk.
Purwati langsung diajak bersalaman dan duduk bersama sambil ditanyakan seputar pengalaman bekerjanya oleh Pak Iskandar serta sang Istri yang bernama Maljinah. “Jadi begini Purwati, pertama-tama perkenalkan dahulu nama saya Iskandar dan ini istri saya Maljinah. Nah, sekarang
kami mau bertanya apa kamu sudah berpengalaman bekerja sebagai ART?” Tanya lembut pak Iskandar. “Nganu pak, saya jujur saja belum pernah berpengalaman sebagai ART. Tapi Insyaallah untuk pekerjaan sehari-hari seperti memasak, mencuci, setrika, dan bersih-bersih itu sudah menjadi
rutinitas saya saat dikampung.” Tutur polos Purwati “Oh begitu yah? Gak apa-apa sih kalau memang kamu belum berpengalaman bekerja. Kebetulan dirumah saya sudah ada 3 ART lain yang terlebih dahulu bekerja. Mungkin mereka bisa sedikit mengajari kamu pekerjaan rumah disana.
Yang penting kerja kamu jujur, rajin, dan cekatan.” Jawab ibu Maljinah. “Gajimu perbulan sebesar 600rb, belum termasuk bonus jika kami puas dengan kinerja kamu. Kamu tidak perlu khawatir soal makanan, apa yang kami makan pastilah juga kamu ikut makan. Dan berikutnya mengenai
perlatan mandi dsb, kami sudah persiapkan. Jadi, uang gajimu bisa utuh untk kamu kirimkan ke kampung ataupun kamu simpan untuk tabungan mu.” Terang Pak Iskandar. Seketika Purwati langsung terkesima mendengar gajinya yang saat itu bisa dibilang diatas rata-rata ART pada umumnya.
Tanpa banyak bertanya-tanya dan tanpa ragu Purwati pun menyepakati tawaran kerja tersebut lalu segera mengemasi pakaiannya untuk pindah ke rumah Pak Iskandar. Sesampainya dirumah Pak Iskandar Purwati dibuat terkesima dengan kemegahan rumah serta garasi mobil yang terisi oleh
beberapa mobil mewah milik pasutri tersebut. “Ayo, Pur silahkan masuk. Di dalam sudah ada Yatmi, Riri, dan Tiwi untuk mengajari kamu.” Ajak Ibu Maljinah sambil menepuk bahu Purwati. “Eh-I-i-ya baik bu.. Maaf saya sampai melamun melihat rumah ibu.” Jawab lugu Purwati.
Purwati langsung diajak berkeliling rumah mewah milik pasutri majikannya itu serta diperkenalkan 3 orang anaknya. Singkat cerita, selama purwati 7hari bekerja disana tdk ada kesan aneh ataupun ada hal yg mencurigakan dirumah itu, semua pun berjalan dengan apa adanya sampai pada
akhirnya Purwati dipanggil oleh Pak Iskandar serta Ibu Maljinah untuk berbicara. “Jadi gimana Pur perasaan kamu bekerja disini?” Tanya Pak Iskandar berbasa-basi. “Alhamdulillah betah Pak, saya kerasan sekali tinggal dirumah bapak dan ibu.” Jawab Purwati “hmmm… Begini Pur,
maksud kami memanggil kamu kesini sebenarnya kami ingin memberi tahu jika besok kamu dipindahkan bekerja di rumah ibu saya. Maaf kalau terkesan mendadak karena pengasuh ibu saya tiba-tiba pulang kampung.” Jelas Pak Iskandar. Belum sempat Purwati bertanya pak Iskandar melanjutkan
kembali ucapannya “Kamu ga perlu khawatir Pur, ibu saya ini sudah benar-benar kondisinya lumpuh, bahkan tidak bisa berbicara. Untuk makan pun harus dibantu melalui selang. Tugas mu hanya memberi makan dan obat tepat pada waktunya, mengganti pakaian/popoknya dan membersihkan
tubuhnya 2 hari sekali. Semakin lama kamu bekerja disana, gajimu akan kami berikan kenaikan 2* lipat dan uang bonus lebih dari 3 ART saya. Disana kamupun bebas untuk masak makanan kamu sendiri, karena ibu saya sehari-harinya sudah ada makanan khusus untuknya.” Purwati kemudian
menyanggupi pekerjaan tersebut dan ia segera diantar oleh pak Tanto (supir pak Iskandar) menuju ke rumah sang ibunda yang letaknya pun tidak jauh dari rumah Pak Iskandar, mungkin hanya sekitar kurang lebih 15menit. Dalam perjalanannya
Pak Tanto memberikan pertanyaan yang sebenarnya agak membuat perasaan Purwati agak tidak karuan. “Pur, apa kamu sudah yakin mau mengurusi Ibu Sulis?” Tanya pak Tanto tiba-tiba. “Sudah Pak, memangnya kenapa pak kok tiba-tiba bertanya begitu?” Tanya balik Purwati
“ehmmm.. ndak kok.. Cuma kalau boleh saya berpesan, kamu simpan yah nomer handphone saya. Kalau kamu ada apa-apa kamu bisa segera menelpon saya melalui telpon rumah disana! Oh ya dan lagi, jika makanan, obat-obatan ataupun perlengkapan kebutuhan Ibu Sulis habis, kamu juga bisa
segera menghubungi saya!” Ucap Pak Tanto. Begitu menginjakkan kaki dirumah sang ibunda Pak Iskandar, seketika bulu kuduk Purwati merinding. Ada hawa lembab sekaligus tercium bau busuk menyengat di rumah besar tersebut. Gambaran dari rumah itupun terkesan seperti rumah angker
yang tidak terawat, sangat berbeda suasananya dengan rumah Pak Iskandar. “Nah Purwati, ini rumahnya Ibu Sulis! Kamu ndak usah heran kalau rumah ini seperti tidak terawat, karena memang setiap pekerja yang ada disini hanya berfokus untuk mengurusi Ibu Sulis saja.
Sebelum saya pulang, saya akan tunjukkan dulu kamar kamu sekaligus saya mau kasih tau dulu letak-letak tempat penyimpanan yang ada disini.” Ucap Pak Tanto sambil menunjukkan kamar Purwati sekaligus memberi tahu perkakas peralatan untuk Ibu Sulis. Saat Purwati mengamati
ruang demi ruang yang ada dirumah milik Ibu Sulis, mata Purwati tertuju dengan penampakan banyaknya daun kelor yang ditempel-tempel di sudut-sudut dinding serta di palang pintu. “Pak Tanto, ini maksudnya apa banyak daun kelor yang ditempel disini?!” Tanya Purwati penasaran.
“Saya ga bisa menjelaskannya sekarang! Tapi nanti saya akan kasih tau kamu kalau memang waktunya sudah tepat! Sekarang saya mau pulang dulu, dan ini sudah saya bawakan juga daun kelor untuk kamu simpan. Simpan daun ini dibawah bantal kamu saat kamu mau tidur ya Pur!”
Jawab Pak Tanto dan langsung segera bergegas meninggalkan rumah Ibu Sulis. Perasaan Purwati semakin tidak karuan saat mendengar ucapan Pak Tanto yang masih menjadi misteri sekaligus ia cukup shock melihat keadaan rumah Ibu Sulis yang terkesan sangat menyeramkan dan agak gelap
walaupun hari masih siang. Purwati mencoba menarik nafas panjang dan berdoa dalam hati “Ya Allah, hamba mau mencari rezeki, semoga engkau meridhoi jalan hamba mu ini agar hasil yang hamba peroleh menjadi berkah bagi hamba dan keluarga. amiin.”–(tbc pembatasan utas)
–Baru saja untaian doa terucap dari bibir Purwati seketika ia mendengar benda jatuh yang berasal dari lt2. Dengan setengah berlari Purwati menuju ke lantai 2 dan memastikan tidak ada barang jatuh serta memastikan Ibu Sulis masih berada di atas kasur. “Lho tidak ada yang jatuh?
Halah mungkin itu kucing atau tikus yang ada di atas plafon.” Gumam Purwati. Sambil menunggu jam makan siang, Purwati yang memang pada dasarnya adalah orang yang resik, ia menghabiskan waktu untuk bersih-bersih rumah serta mencopot beberapa daun kelor kering di beberapa
sudut dinding walaupun tanpa disuruh. “Daun kering gini ya harus dibuang saja supaya tdk merusak pemandangan. Biar nanti tak cari lagi saja gantinya daun kelor yg masih segar di pekarangan rumah.” Batin Purwati. Setelah Purwati selesai bersih-bersih rumah, ia segera beranjak ke
dapur mempersiapkan oatmeal instan untuk makan siang bu sulis serta obat-obatannya. Purwati masih ingat akan pesan-pesan majikannya itu jika ingin memberi makan Ibu Sulis pada pukul 12siang 6sore dan 6pagi berikut dengan instruksi tata caranya menggunakan selang NGT.
(kalau ga tau selang NGT itu apa aku kasih fotonya ya gaes)

Tepat jam 12 siang, Purwati kembali masuk ke dalam kamar Ibu Sulis. Dengan lembut Purwati membangunkan majikannya yang sepertinya sudah berumur lebih dari 60tahun. Purwati mengusap-usap sang majikan sambil lirih memanggil namanya “Assalamu’alaikum ibu Sulis. Maaf bu, Purwati
ganggu tidurnya. Sekarang waktunya Ibu Sulis makan siang dan minum obat yah bu.. Habis itu baru Ibu Sulis boleh tidur lagi ya?!” Buka pembicaraan Purwati lembut. Tak lama Ibu Sulis pun membuka matanya, namun saat Ibu Sulis membuka mata ada tatapan amarah begitu ia pertama kali
melihat Purwati ada di hadapannya. “Tenang Bu, mungkin ibu masih asing sama saya karena saya baru hari ini bekerja dirumah ibu. Oh ya nama saya Purwati bu, asal saya dari jawa timur. Kalau ibu namanya Ibu Sulis yah? Salam kenal ya bu, doa saya semoga ibu Sulis bisa segera
cepat dipulihkan oleh Allah. Amiin” Ucap Purwati mengajak berbicara sang majikan sambil kedua tangannya dengan cekatan mengisi selang NGT dengan bubur oatmeal. Purwati mengerti jika sang majikannya itu sudah tidak bisa berbicara lagi, tapi ia yakin Ibu Sulis masih bisa mendengar,
suara Purwati. Ada rasa iba manakala Purwati menyaksikan jika sang majikannya itu menderita ketika diberi makan melalui selang dari hidung yang langsung tersambung menuju ke pencernaan. “Ibu Sulis ndak nyaman ya bu? Tapi sabar ya bu, ini demi kebaikan ibu. Kalau ibu ga makan
nanti ibu gak akan sembuh.” Tutur Purwati mencoba menyemangati Ibu Sulis. Purwati yang sedari tadi agak terganggu dengan bau busuk di kamar Ibu Sulis kemudian segera membersihkan
kamar beliau, namun alangkah terkejutnya Purwati saat mendapati bagian tubuh belakang Ibu Sulis sudah ada luka menganga yang dipenuhi belatung serta nanah. Sebenarnya ini adalah kali pertama Purwati mengurusi orang sakit, apalagi dengan keadaan mengkhawatirkan seperti itu.
Namun karena niat dan tekad Purwati yang besar untuk bekerja sungguh-sungguh ia kesampingkan rasa jijik serta mualnya saat membersihkan tubuh Ibu Sulis. Setelah selesai Purwati menggantikan baju Ibu Sulis, dan membersihkan luka dibagian punggung majikannya itu,
Purwati kemudian berniat membawa Ibu Sulis menuju ke lantai 1. “Ibu Sulis, maaf ya bu kalau saya lancang tapi saya mau ibu sesekali pindah tempat ya bu, biar ibu tidak jenuh dirumah ibu sendiri.” Ucap Purwati seraya membopong tubuh renta Ibu Sulis dipangkuannya ke lantai 1.
Purwati lalu merebahkan tubuh ibu Sulis di sofa mewah sambil menyalakan televisi agar ibu Sulis merasa tidak jenuh. Sesekali Purwati masih terus mengajak Ibu Sulis berinteraksi. Walaupun Ibu Sulis tidak bisa berbicara dan sama sekali tidak bergerak namun kini ada perbedaan dari
sorot mata yang terpancar lebih bersahabat dengan Purwati, bahkan Ibu Sulis sampai menitikan air mata. Saat Purwati dan Ibu Sulis berada di ruang keluarga, tiba-tiba muncul kembali semilir angin dingin ditengkuk Purwati yang seketika membuat ia merinding. Purwati pun dengan jelas
mendengar suara “PERGI KAMU DARI SINI!!!” yang menggema ditelinganya. “Astaghfirullahaladzim! Suara apa itu barusan!” Teriak Purwati seketika. Purwati melihat kearah ibu Sulis, namun tatap mata beliau seperti menunjukan ke arah lain dengan mimik wajah yg begitu ketakutan! Saat
Purwati menoleh ke arah yang sama dengan tatapan ibu Sulis, nyatanya disana ia melihat ada sebuah siluet bayangan hitam yang tetiba hilang menembus tembok! Sontak kejadian tersebut membuat lutut Purwati lemas seketika. Rupanya kejadian itu membuat Purwati merasa tidak betah
bekerja dirumah Ibu Sulis. Purwati pun segera menelpon Pak Tanto berbekal secarik kertas no hp beliau yang sengaja ditinggalkan.–(tbc)
–“Assalamu’alaikum pak Tanto! Ini saya Purwati pak! Nganu, apa bapak bisa kesini segera?!!” Ucap Purwati agak gelagapan. “Waalaikum salam Pur! Lho..lho? Ada apa?? Kok kamu seperti orang panik begitu tho Pur??” Tanya Pak Tanto diseberang sana. “Pokoknya saya minta tolong bapak
kesini saja cepat! Sekali lagi saya benar-benar minta tolong banget pak!” Tak lama setelah Purwati merengek di telepon Pak Tanto segera datang. Begitu pak Tanto masuk ke dalam rumah, ia tak sengaja melihat kearah sudut dinding dan palang pintu jika daun kelor yang dipasang sudah
tidak ada pada tempatnya. “Pur!! Apa kamu tau kemana daun-daun kelor yang ditempelkan di dinding itu?!” Ucap Pak Tanto panik. “Nganu Pak Tanto, tadi beberapa daun kelor yang sudah kering itu memang sengaja saya buang. Niatnya nanti saya mau menggantinya dengan daun kelor yg
baru apabila diperlukan.” Jawab Purwati. “Haduuhh Purwati! Kamu jangan sembrono begitu!! Tunggu sebentar saya mau mencarikan dahulu daun kelor di pekarangan rumah untuk ditempelkan kembali!” Bentak Pak Tanto sambil dirinya bergegas mencarikan daun kelor. Dalam hitungan detik,
Pak Tanto dengan cepat kembali ke dalam rumah sambil membawa lebih banyak daun kelor yang kemudian ia tempel-tempelkan di dinding dengan menggunakan solatip. Melihat hal tersebut Purwati heran dengan sikap aneh Pak Tanto. Sesudah Pak Tanto selesai, barulah kemudian ia
buka suara. “Tadi ada apa Pur kamu telpon saya? Bikin panik saja kamu ini pur. Untung saya masih ada di rumah, kalau saya ada di luar kota dengan Pak Iskandar lha km gimana?” Cecar Pak Tanto. “Maaf ya pak, saya ga bermaksud buat bapak panik, tapi ada hal yang perlu saya sampaikan
sama bapak!” jawab Purwati tidak enak hati
“Ya sudah gpp Pur. Sekarang kamu jawab aja ada perlu apa sampai di telpon kamu panik begitu”
“Pak, sepertinya saya mau kembali lagi saja ke rumah Pak Iskandar! Saya ga betah disini! Saya takut…”
Belum selesai Purwati bercerita,
Pak Tanto langsung memotong pembicaraan Purwati. “Kamu barusan melihat atau merasa ada hal-hal aneh dirumah ini ya? Pasti itu kan sebabnya kamu takut?!”
“I-i-iya be-betul Pak Tanto! Saya takut sekali pak! Penampakan itu benar-benar jelas terlihat walaupun saat ini masih siang
bolong!” Jawab Purwati tergagap. Pak Tanto kemudian menghela nafas sebelum bercerita. “Sepertinya saya harus kasih tau kamu kenapa di rumah ini banyak ditempel-tempel daun kelor termasuk tadipun saya menitipkan daun kelor untuk kamu simpan sendiri Pur!” Pak Tanto kemudian
menjelaskan karena dirumah itu sedang dikuasai oleh dedemit yang akan mengincar nyawa ibu Sulis! Untuk penghalang gangguan jinn ataupun dedemit itu, dipergunakan lah daun kelor yang sengaja ditempelkan di palang pintu serta di sudut-sudut dinding. Makhluk-makhluk itu tidak akan
berani menampakkan diri ataupun mengganggu selagi di dalam rumah masih ditempelkan daun-daun kelor. “Kok ya ga di sholati atau dipanggil kiai saja pak Tanto untuk mengusir hal-hal seperti itu dirumah ini?” Tanya polos Purwati “Kamu ini gak tau apa-apa Pur. Sekarang semua
sudah aman, saya sudah menempelkan daun-daun itu banyak disini. Kamu ga perlu takut lagi, tugas mu hanya mengurusi Ibu Sulis dan tidak perlu capek-capek mengurusi rumah! Oh ya satu lagi, kamu harus ingat jika gajimu di rumah ibu Sulis berbeda dengan gaji para ART lain. Jangan
sia-siakan kesempatan itu loh Pur!” Cerocos Pak Tanto mencoba meyakinkan Purwati. Untuk sesaat Purwati merenung. Ia berfikir jika benar yang dikatakan Pak Tanto daun kelor itu bisa menangkal dedemit mungkin ia akan bertahan mengurusi Ibu Sulis. “Ya sudah kalau begitu pak, saya
coba dulu semampu saya bertahan. Tapi kalau saya masih ga betah gimana pak??” Tanya Purwati “gampang itu! Kalau kamu memang sudah benar-benar ndak kuat, ya wis saya bisa apa? Tapi, jangan sekali-kali kamu kabur ya Pur! Kalau kamu kabur malah nyawa kamu yang jadi ancaman!”
Ungkap Pak Tanto. “Lho kok semakin menakutkan sih pak bahasanya?? Jangan buat saya takut dong pak!” Rengek Purwati lagi “Saya serius pur! Kalau kamu sudah ga kuat ya wis gak apa-apa. Tapi boyak dicoba dulu, sekarang kan sudah aman dengan daun kelor itu! Ingat jangan sekali-kali
kamu kabur atau nanti kamu akan terus dihantui oleh penghuni rumah ini!!” Pak Tanto pun segera berpamitan saat handphone nya kembali berdering. “Pur saya pulang dulu ya! Ini ibu Maljinah sudah tlp saya! Saya mau njemput ibu di salon!” Pungkasnya sambil setengah berlari keluar.
Kini kembali lagi dirumah yg besar itu hanya tersisa Purwati serta Ibu Sulis yang sudah tidak berdaya. Ada sebuah beban di dalam benak Purwati antara meneruskan pekerjaannya atau ia ingin pulang ke kampung. Beruntunglah Purwati masih ingat dengan adiknya yang masih duduk di
bangku sekolah dasar dan juga sang ayah yang memiliki riwayat penyakit TBC sehingga ia mau tidak mau menjadi tulang punggung keluarga menggantikan tugas sang ayah. Memasuki jam 6 sore Purwati dengan sigap telah menyiapkan makanan untuk Ibu Sulis serta obat-obatannya.
Purwati senang karena berarti tugasnya dihari pertama ini hampir selesai setelah memberikan makanan untuk ibu Sulis. Tapi, nyatanya saat ingin diberikan makan melalui selang NGT tubuh ibu Sulis tiba-tiba mengejang dan matanya pun ikut mendelik!–(tbc)
–Purwati semakin panik mana kala semua pencahayaan lampu dirumah itu ikut mengedip, dan terdengar gema suara-suara manusia yang saling berbisik. Dalam kepanikan dan rasa ketakutan Purwati ia hanya bisa menutupi wajahnya sambil melantunkan doa-doa dalam hati. Beruntunglah
kejadian aneh tsb tak berlangsung lama dan keadaan kembali seperti biasa. Purwati kemudian langsung memeluk sang majikannya yg tidak sadarkan diri, dan berulang kali dengan lirih memanggil namanya “Ibu Sulis… Ibu Sulis…Bangun bu.. ” Beberapa kali Purwati membangunkan
sang majikan sampai pada akhirnya Ibu Sulis bisa membuka mata. Ada rasa lega saat mengetahui sang majikan bisa tersadar. Purwati lalu melihat ibu Sulis mengeluarkan air mata dan entah mengapa kembali muncul rasa iba. Purwati kemudian ingat saat terakhir kali
ia menyaksikan ibundanya berpulang tanpa sempat Purwati mengurus nya. Dalam batinnya ia kemudian berjanji akan mengurusi Ibu Sulis semampu dirinya. Purwati mengurungkan niat untuk menelpon Pak Tanto perihal kejadian aneh barusan, bagi purwati kini keadaan sang majikan itupun
telah membaik. Ketika Purwati sedang asyik menonton televisi diruang keluarga bersama ibu sulis, sekitar pukul 9 malam rupanya Ibu sulis sudah terlelap tidur di sofa. Purwati lalu berinsiatif kembali membopong tubuh renta ibu Sulis menuju ke lantai 2 dan merebahkan tubuhnya di
kasur. Sebelum Purwati keluar kamar ia sempat mengusap-usap lengan sang majikannya itu “Ibu bobo ya yang lelap. Besok pagi Purwati bangunin lagi.” Purwati yang masih belum mau tidur ia memutuskan untuk kembali menonton televisi diruang keluarga kebetulan saat itu acaranya sedang
seru untuk ditonton. Tapi alangkah kagetnya Purwati saat melihat di lantai 1 ternyata sang majikan masih rebahan di sofa dengan posisi yang sama!! Purwati seketika shock dan melihat ke dalam kamar sekali lagi untuk memastikan jika sang majikan sudah benar-benar ia angkat, tapi
ternyata tidak ada siapapun di kamar itu! Wajah Purwati mendadak pucat, lidahnya terasa getir, tubuhnya bergetar hebat dan peluh pun mulai bercucuran dikening Purwati. Ia ingat jika tadi ia benar-benar merasa telah membopong majikannya itu ke lantai 2–(tbc)
–Saking ketakutan nya Purwati saat itu, sampai tidak berani untuk mendekati ibu Sulis yang masih tertidur di atas sofa. Purwati memilih berlari menuju ke dalam kamarnya, mengunci pintu, serta mengambil daun kelor yang pak tanto berikan dan ia simpan di bawah bantal. ***
Lantunan adzan subuh rupanya telah membangunkan Purwati dari tidurnya. Tak menyia-nyiakan waktu Purwati
langsung bergegas mengambil wudhu dan menunaikan sholat subuh. Dalam doanya ia dengan tulus memanjatkan doa untuk kesembuhan sang majikan serta ia minta dikuatkan agar
bisa bertahan bekerja dirumah Ibu Sulis. Setelah puas ia berkeluh kesah dengan sang maha pencipta, Purwati kembali ke ruang keluarga untuk melihat keadaan Ibu Sulis. Ibu Sulis masih tertidur lelap dengan dengkuran pelan yang terdengar diatas sofa.
Purwati langsung mendekati Ibu Sulis sambil menyapa serta mengusap-usap lengan ibu sulis “Selamat pagi ibu sulis , maaf ya bu Purwati semalam malah tinggalin ibu tdr disini sendiri. Ibu harus tidur di sofa gara-gara Purwati” ternyata suara lembut Purwati tak sengaja membuat sang
majikannya itu terbangun. Sambil menunggu waktu jam 6 pagi untuk Ibu Sulis sarapan, Purwati terus mengajak sang majikan berinteraksi dengan cara mengajak sang majikan berbicara tentang kehidupan Purwati dikampung, dan juga curahan hati Purwati.
Ibu sulis mencoba merespon ucapan Purwati dengan mengedipkan mata dan tatapannya kini semakin nanar seperti menahan tangis. “Setiap kali Purwati melihat Ibu, rasanya hati Purwati sedih sekali. Purwati selalu teringat akan almh Ibu
kandung Purwati yg kini sudah berpulang. Ngomong-ngomong Ibu gak keberatan kan kalau Purwati anggap Ibu Sulis selayaknya Ibu ataupun nenek Purwati sendiri? Kalau ibu memperbolehkan coba dong kedipkan mata ibu 3* yah?”
pinta Purwati sambil tersenyum hangat. Ibu Sulis pun merespon dengan mengedipkan matanya 3* sesuai permintaan Purwati.
Purwati tersenyum girang saat mengetahui sang majikannya itu bisa merespon sesuai permintaannya.
Maklum saja, sedari kecil memang Purwati kurang merasakan kasih sayang sosok seorang ibu/neneknya karena mereka sudah terlebih dahulu berpulang, jadi saat ini Purwati seperti menemukan sebuah ikatan batin dengan Ibu Sulis.
Setelah Purwati puas berbicara ngalor ngidul dengan sang majikan, Purwati ingat akan tugasnya untuk memberi makan Ibu Sulis dan memberikannya obat-obatan. “ibu, sekarang kalau diurus sama Purwati ibu dibersihkan badannya setiap sehari sekali ya? Biar luka ibu cepat sembuh
dan biar Ibu sulis nyaman kalau tubuh ibu sulis bersih.” Ucap Purwati sambil memboyong tubuh Ibu Sulis ke dalam kamar mandi utk dimandikan setelah memberikan
sarapan. Ketika Purwati sdg fokus memandikan Ibu Sulis, kembali muncul keanehan lagi. Kini ia jelas mendengar suara pintu
dibanting kuat sekali “BRAAAAAKKKKK!!!” sampai Purwati berkali-kali beristighfar. Kejadian tsb sekaligus membuat mata ibu sulis kembali mendelik, bibirnya yang terkunci seketika bisa terbuka mengaga lebar, tubuhnya pun kini mengejang kembali seperti kemarin. Purwati yg sdh kalang
kabut untuk kedua kalinya ia kemudian mencoba menelpon kembali Pak Tanto pagi hari itu “Assalamualaikum Pak tanto!!! Pak!! Tolong pak?!! Ibu kejang-kejang pak!!” ucap suara panik Purwati. “oh kejang-kejang? Ya wis, sudah biasa itu. nanti
sembuh sendiri kok! Kalau keadaan seperti itu km ambil saja daun kelor di pekarangan rumah dan segera tempelkan di tubuh ibu sulis! Pasti tdk lama akan sembuh” jawab pak tanto dengan nada yg datar. “Tunggu ya, saya pasti mampir kesitu Pur setelah antar 3 anak pak Iskandar ke
sekolah. Kebetulan saya juga mau antar popok untuk ibu sulis serta ingin mengantar makanan beliau titipan Pak Iskandar.” Sambung Pak Tanto. Setelah telpon itu ditutup Purwati kembali mengambil daun kelor di pekarangan rumah dan menempelkannya dibahu sang majikan. Anehnya,
begitu daun kelor ditempelkan ibu sulis berhenti kejang-kejang dan tubuhnya kembali terkulai lemas tak sadarkan diri. Sekitar 30 menit kemudian Pak Tanto datang sambil membawa satu kantong plastik belanjaan penuh. “Assalamu’alaikum pur! Ini saya bawakan titipan untuk ibu sulis!”
Panggil Pak Tanto. Purwati pun segera menemui pak Tanto dan mencecar Pak Tanto dengan berbagai pertanyaan “Pak Tanto, saya ini memang udik, saya memang dari kampung! Tapi boyak tolong saya ini jangan mbok bodoh-bodohi terus tho!! Sekarang pak Tanto cerita sama saya apa yg
sebenarnya terjadi dengan ibu sulis?? Kalau seperti ini terus lebih baik saya berhenti aja pak bekerja dari sini!” Cecar Purwati dengan nada yang kesal. “Sini duduk dulu Pur, saya jelasin kalau memang kamu mau tau. Sebelumnya maaf lho ya bukannya saya ga mau jujur tapi….”
Belum selesai pak Tanto bercerita Purwati sudah terlebih dahulu menyelak pembicaraannya “Tapi apa pak? Tapi mau menumbalkan saya dirumah ini?!” Teriak Purwati yang sebenarnya merasa sudah tidak kuat dengan gangguan makhluk halus walaupun baru 2 hari bekerja dirumah sang majikan.
“Sssttt!! Jangan keras-keras pur nanti terdengar oleh ibu sulis! Baiklah saya akan jujur sama kamu tentang rahasia besar di keluarga ini!” Pak Tanto kemudian menjelaskan jika dahulu ia sudah bekerja lama dikeluarga ibu Sulis, dan ternyata Pak Iskandar bukanlah anak kandung
dari Ibu Sulis melainkan anak adiknya yang bernama Pak Bisono. Ibu Sulis dan suaminya bisa dibilang sukses dalam usahanya mempunyai banyak toko material di beberapa titik. Oleh karena kebaikan hati Ibu Sulis, ia tidak ingin mengecap kesuksesan itu sendirian. Ibu sulis turut
mengajak sang adik Bisono yang memang saat itu keadaan keuangannya jauh dibawah Ibu Sulis. Bertahun-tahun bekerja bersama sang kakak membuat Pak Bisono mantap ingin membuat usaha sendiri. Berbekal sejumlah modal yang digelontorkan oleh ibu sulis, pak Bisono pun akhirnya berhasil
membuat usaha toko material yang sama. Belum selesai sampai disitu saja kebaikan hati ibu sulis, ia pun sukarela memerintahkan Pak Tanto (tangan kanannya/asisten nya) untuk berpindah majikan ke adiknya yaitu Pak Bisono supaya membantu mengembangkan usaha yang baru dirintisnya.
Awalnya pak tanto jelas menolak keinginan ibu sulis namun ibu sulis selalu berucap “Tolong saja adik saya dulu ya Tanto. Dia kan baru menggeluti dunia bisnis. Saya mau dia juga bisa sukses seperti saya.” mendengar hal tersebut Pak Tanto pun menjadi luluh hatinya. Ia
akhirnya bekerja dengan pak Bisono untuk membantu usaha yang masih dirintisnya. Setelah beberapa waktu bekerja dengan Pak Bisono, sifat-sifat aslinya mulai terlihat –(tbc pembatasan utas)
–Pak Bisono rupanya bukan orang yang bijak seperti Ibu Sulis dalam mengelola uang. Uang keuntungan hasil usahanya dipakai untuk berfoya-foya berjudi dan bermabuk-mabukan. Beberapa kali Pak Tanto menasehati Pak Bisono untuk bersikap lebih bijak dalam mengatur keuangan serta
usahanya, namun nasehat itu hanya sia-sia belaka. Seringkalipun Pak Tanto mendapatkan omelan dan makian yang terkadang membuat Pak Tanto sendiri geram oleh Pak Bisono. Singkat cerita alih-alih Pak Bisono ini seperti tidak suka dengan kehadiran Pak Tanto dalam usahanya ia malah
menjadikan Pak Tanto seorang supir pribadi. Pak Tanto sempat berkeluh kesah kepada sang majikan lamanya yaitu Ibu Sulis perkara dirinya yang dijadikan supir pribadi “Sudah-sudah kalau semisalnya gaji mu kurang, kamu datang ke saya. Saya akan kasih kamu uang tambahan Tanto!
Yang penting kamu bisa terus memantau adik saya Bisono. Saya khawatir dengan adik saya itu. Sebelum alm bapak dan ibu meninggal ia berulang kali menitipkan Bisono kepada saya. Karena sedari kecil sifat Bisono ini agak sedikit lain dari anak-anak sebayanya.” Ucap ibu Sulis.
Pak Tanto pun menuruti saja kemauan ibu Sulis, setelah ia pikir-pikir alangkah baiknya memang ia cukup menjadi supir pribadi tanpa harus pusing memikirkan bisnis yang dikelola oleh pak Bisono. Suatu waktu ia diminta untuk mengantar Pak Bisono ke rumah Ibu Sulis.
Saat berada di rumah ibu Sulis, muncul percekcokan besar antara Pak Bisono serta Ibu Sulis dan Suaminya sampai percekcokan tersebut terdengar oleh Pak Tanto. Inti dari percekcokan itu sebenarnya Pak Bisono meminta modal tambahan untuk usahanya yang hampir pailit, tapi justru
permintaan itu ditolak mentah-mentah oleh Pak Bahri suami dari ibu Sulis dan juga Ibu Sulis sendiri tak menyetujuinya. Dari mulai waktu itu Pak Bisono menjadi sering uring-uringan krn tak mendapat modal dan meminta diantar Pak Tanto ke tempat-tempat aneh di pelosok-pelosok.
Pak Tanto sempat bertanya mau kemana dan untuk apa namun jawabannya selalu sama “SAYA MAU KE DUKUN! MAU CARI UANG!” Kala itu Pak Tanto hanya mengikuti saja suruhan Pak Bisono untuk mengantarnya berkeliling mencari dukun ampuh, tanpa ia sadari ternyata itu adalah awal mula petaka
yang harus dihadapi oleh Ibu Sulis dan keluarganya. Disisi lain anak sulung ibu Sulis secara tiba-tiba sakit kejang-kejang saat ia di kampus, namun nahas nyawanya sudah tidak tertolong dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Berselang 2 tahun kemudian menyusul anak bungsu ibu
Sulis yg juga meninggal akibat kejang-kejang. Bak tidak ada habisnya pencobaan ibu Sulis, tak memakan waktu lama dari kematian anak keduanya sang suami pun harus menghadap sang pencipta karena sakit misterius. Mencium ada sesuatu gelagat aneh, beruntunglah dengan cepat Pak Tanto
menyadari jika ini ada kaitannya dengan Pak Bisono yang mencari-cari dukun untuk kekayaan. Pak Tanto segera memberitahukan kepada Ibu Sulis jika kematian-kematian anak serta suaminya ada guna-guna ilmu hitam dibelakangnya. Saat itu Ibu Sulis masih tidak percaya namun
karena akibat terror ilmu hitam yg perlahan Ibu Sulis sendiri rasakan, ia pun meminta untuk segera dipanggil kan semacam kiai ataupun yang mengerti akan ilmu kebatinan untuk mendoakan serta membentengi pagar rumahnya.–(tbc)
–Hal tersebut rupanya tidak membuat perubahan di dalam kehidupan Ibu Sulis, ia malah menjadi semakin sering didatangi sosok orang besar hitam tinggi berbulu dan bertaring yang selalu menghantui ibu sulis. Diam-diam pak Tanto yang merasa bersalah pun kembali menemui satu-persatu
dukun yang pernah di datangi Pak Bisono bersama dirinya, dan salah satunya ditemukanlah fakta baru.
“PESUGIHAN TUKAR GULING! INI ADALAH PESUGIHAN YANG BANYAK BERHASIL DILAKONI! MAJIKAN MU ITU TELAH BERHASIL MELAKUKAN PESUGIHAN TUKAR GULING DENGAN
CARA MENUMBALKAN SOSOK ORANG YANG DIBENCI!!” Pak Tanto tersentak, ia seakan tidak percaya jika Pak Bisono tega melakukan hal tersebut. Andaikan saja jika Pak Tanto ikut menguping pembicaraan Pak Bisono dengan si dukun, mungkin lebih cepat Pak Tanto bisa melindungi keluarga ibu
Sulis. Sebab, setiap kali Pak Tanto mengantarkan Pak Bisono ini kerumah-rumah dukun pastilah Pak Tanto tidak diperbolehkan ikut masuk dan mendengar percakapan mereka. Kini semua sudah hampir terlambat dan Pak Tanto pun hanya bisa mencari penangkalnya. “Bisa saja, tapi saya
sendiri tidak bisa memastikan jika korban pesugihan tetap akan selamat! Dia pasti akan mati oleh si iblis namun dengan adanya penangkal itu, hidupnya bisa lebih lama! Dan lagi, jika perjanjian Tukar Guling itu melebihi waktu yang ditentukan karena korbannya blm juga meninggal
bisa jadi Bos mu sendiri yang akan menjadi tumbalnya!” Ucap si dukun. Dukun tersebut lalu memberikan sehelai daun kelor, ia pun berpesan jika sebaiknya daun kelor tersebut disimpan di dalam rumah korban disetiap sudut rumah untuk menjaga iblis itu datang menjemput Ibu Sulis.
Dan itulah cikal bakal mengapa banyak daun kelor yang ditempel-tempelkan di rumah ibu Sulis. Setelah menyulut sebatang rokok Pak Tanto kembali menambahkan ceritanya jika Pak Bisono sudah meninggal akibat ulahnya sendiri, dan anaknya yang bernama Pak Iskandar sempat diurus oleh
ibu Sulis walaupun ia tahu yang membuat perlakuan
keji itu adalah Pak Bisono. Lama kelamaan kondisi Ibu Sulis semakin memprihatinkan. Walaupun rumahnya sudah banyak ditempelkan daun kelor rupanya si Iblis masih saja mengincar jiwa ibu Sulis. Sebelum ibu Sulis jatuh lumpuh seperti
saat ini, ia sempat memanggil pak Iskandar yg sudah beranjak dewasa dan menceritakan semua kebenaran yang dialami oleh Ibu Sulis. Oleh karena rasa penyesalan yg dalam tersebut sampai detik ini Pak Iskandar tak kuasa bertemu dengan Ibu Sulis. Ia hanya menitipkan ibu Sulis kepada
ART dirumah beliau serta Pak Tanto yang juga bertugas untuk menjaga ibu Sulis. —(tbc)
–Mendengar semua cerita pahit tersebut Purwati pun ikut menangis haru. Ia tidak menyangka ternyata sang majikan jomponya itu sebenarnya memiliki hati bak malaikat, namun sayang orang terdekatnya sendiri yg dengan tega menghancurkan kebahagiaan Ibu Sulis. Bukannya Purwati takut,
Ia malah semakin berani untuk menjaga Ibu Sulis dari segala macam gangguan yang ada dirumah. “Lalu apa benar Pak Tanto mengenai ART yang meninggal jika kabur itu?” Tanya polos Purwati sambil sesenggukan. “Ohh itu yah?? Itu gak benar sih. Cuma sejujurnya sudah seringkali
ART dirumah ibu Sulis ini banyak yang kabur karena ketakutan. Mereka pasti takut dengan banyaknya kejadian mistis diseputar rumah ini.” Pungkasnya. Setelah menghabiskan sebatang rokoknya dan berbicara panjang kali lebar mengenai rahasia keluarga Ibu Sulis, Pak Tanto lalu
pamit pulang. Purwati pun kembali menjalani aktivitas nya merawat dan menemani ibu Sulis seperti biasa. Menjelang malam hari saat Purwati lapar ingin memasak mie instan di dapur, Purwati dikagetkan dengan pantulan bayangan ibu Sulis di kaca dapur sedang berdiri
dan mentap tajam dirinya dari belakang! “Astaghfirullahaladzim!!!” Ucap purwati sambil reflek menengok ke arah belakang. Bulu kuduk Purwati seketika berdiri karena ia ingat sang majikannya itu lumpuh dan tidak bisa berdiri. Walaupun agak sedikit membuat takut dan terkejut, namun
Purwati kini tidak gentar. Muncul keberanian yang entah dari mana datangnya untuk tidak takut menghadapi gangguan terror yang ada di rumah ibu sulis. Ia segera melantunkan ayat kursi yang sudah diluar kepala serta bibirnya terus menerus menguntai dzikir kepada yang maha kuasa.
Tak hanya berhenti sampai disitu saja gangguan yang dialami oleh Purwati, saat malam hari Purwati tertidur, ia terbangun karena mendengar dengkuran ibu sulis yang seperti ada didekatnya. Sontak Purwati langsung melihat kearah sisi tempat tidur tapi memang tidak ada orang
selain dirinya dikamar. Tak mau ambil pusing, Purwati kembali melanjutkan tidurnya lagi, namun suara dengkuran itu semakin keras terdengar sehingga membuat Purwati penasaran melihat kearah sumber suara yang rupanya suara itu berasal dari bawah tempat tidurnya! Mata Purwati
seketika terbelalak saat melihat ternyata dibawah tempat tidur ada Ibu Sulis yang sedang berbaring dengan mulut menyeringai serta tatapan mata yang kosong dan rambut putih panjangnya yang terurai menoleh ke Purwati! Purwati menjerit histeris dan berlari ke kamar ibu Sulis–(tbc)
–Purwati tidak perduli dirinya dianggap lancang karena memilih untuk tidur satu ranjang dengan sang majikan saat malam itu sebab Purwati benar-benar dibuat kalang kabut ketakutan. Di keesokan hari Purwati memberanikan diri untuk meminta teman seorang ART lain yang mungkin bisa
menemani Purwati di rumah Ibu Sulis. Purwati beranggapan jika ia ada teman lagi, mungkin Purwati tidak begitu ketakutan. Hal tersebut ia utarakan kepada Pak Tanto “Oohh begitu permintaan mu tho Pur.. Tapi sepertinya pak Iskandar tidak akan setuju! Soalnya pernah ada 2 bahkan 3
ART sekaligus dirumah Ibu Sulis, tapi tetap saja mereka kabur. Selain itu menurut pak Iskandar jika ada 2 ART dirumah Ibu Sulis, mereka jadi tidak fokus merawat ibu Sulis dan malah asyik menggosip dan sibuk menonton tv saja kerjanya.” Mendengar jawaban Pak Tanto, Purwati hanya
bisa menelan ludah. Ia mengerti jika kemauan nya itu hanya akan sia-sia saja. Tidak ada pilihan lain bagi purwati ia mau tidak mau harus berjuang sendiri di rumah sang majikan itu sampai waktu yang tidak ditentukan. Hari ke hari tidak pernah terlewatkan satupun
kejadian mistis yang dialami oleh Purwati. Dari mulai skala yang kecil seperti melihat sekelebat bayangan hitam, suara deru nafas ditelinga Purwati, suara derap langkah yang berjalan menuju ke lantai 2, kemudian berlanjut ke terror dengan skala mulai mengganggu seperti
rep-repan oleh berbagai macam bentuk dedemit dari mulai kuntilanak, pocong sampai dengan sosok gunderwo, lalu terdengar suara orang yang memanggil nama Purwati dengan nada seperti berbisik-bisik, suara pintu yang dibanting keras, benda yang bergeser dengan sendirinya, dan yang
paling akhir adalah kategori skala terror yang sangat mengganggu yaitu sosok yang menyerupai Ibu Sulis namun dengan wajah yang mengerikan, serta seringkali kedua pergelangan kaki Purwati seperti terasa ada tangan dingin yang mencengkram kuat sehingga membuat Purwati sulit untuk
bergerak. Entah karena Purwati memiliki tekad sebesar gunung untuk mencari nafkah, semua ketakutan itu perlahan sirnah dan bahkan Purwati bisa berdamai dengan lingkungan sekitarnya itu. Kabar baiknya, Purwati sendiri bisa memecahkan rekor ART/pengasuh ibu Sulis yg bekerja terlama
selama 2,5 bulan. Akhir dari kisah horror Purwati adlh berhenti bekerja dirumah ibu Sulis krn memang Ibu Sulis telah meninggal dunia ditahun 2002 dibulan September tanggal 11. Seminggu sebelum Ibu Sulis meninggal, Purwati sempat dimimpikan
didatangi oleh 2 orang anak remaja serta
seorang pria yang mungkin berusia 40tahunan. Mereka tak berbicara apa-apa kepada Purwati namun hanya menyunggingkan seyum yang hangat. Mimpi itu sangat jelas dan seperti nyata di ingatan Purwati. Saat Purwati membersihkan meja-meja yang berdebu di kamar Ibu Sulis, ia tak
sengaja melihat foto usang keluarga Ibu Sulis yang masih utuh. Purwati seketika tersadar jika 2 remaja tersebut dan seorang lelaki yang berumur lebih dari 40 tahun itu rupanya adalah kedua anak dan suami Ibu Sulis yang sudah meninggal. “Ibu Sulis sudah ada saya yang menjaga,
kalian tidak perlu khawatir.” Batin Purwati sambil menatap foto usang itu lekat-lekat. Menjelang 2 hari sebelum kematian sang majikan, Purwati kembali dimimpikan hal yang agak sedikit aneh lagi. Dalam mimpinya itu Purwati melihat ibu Sulis namun dengan keadaan yg sehat dan bugar
“Ndok, terimakasih ya kamu sudah mau merawat ibu dengan penuh cinta. Di akhir hayat ibu, ibu bahagia sudah menemukan orang yang tulus hatinya merawat ibu walaupun dalam keadaan lumpuh. Ibu bisa mendengar semua keluh kesah mu nak, dan dalam relung hati ibu terus ikut mendoakan mu
juga agar kamu bisa meraih apa yg kamu cita-citakan.” Setelah mendengar ucapan tersebut kemudian Purwati terbangun seketika dari mimpinya di pagi hari. Ketika ia menyapa dan mengusap lengan sang majikan barulah Purwati menyadari jika suhu tubuh Ibu Sulis panas sekali.
Purwati segera mencoba mengkompres dengan air dingin sang majikannya itu namun suhu tubuhnya masih saja panas. Purwati pun meminta pak Tanto memberikan obat penurun panas untuk ibu Sulis, tapi setelah ditunggu sampai larut malam suhu tubuhnya yang ada malah semakin tinggi.
Terakhir kali ibu Sulis mengalami kejang-kejang (mungkin karena suhu tubuhnya yang sudah terlalu panas) dan sempat dilarikan ke rumah sakit, namun dirinya dinyatakan telah meninggal setelah mendapat penanganan selama 30 menit di ruang UGD.
Sepeninggal ibu Sulis, nampak sepertinya Purwati agak terpukul. Karena ikatan batin yang dirasakan oleh Purwati ia benar-benar merasakan kehilangan sosok sang majikannya itu. “Pur, bisa kamu ikut sama kami??” Ucap Pak Iskandar dan istrinya saat dirumah sakit.
Dengan mata yang masih sembab kemudian Purwati mengikuti Pak Iskandar serta Ibu Maljinah ke dalam mobil mewahnya. Purwati bertanya-tanya apa yang akan mereka bicarakan, dan pikirannya pun melayang kemana-mana jika Purwati akan disalahkan atas kematian ibu Sulis.
“Pur, kami memanggil kamu kesini karena kami ingin memberikan kamu sedikit dari rejeki kami sebagai bentuk dedikasi kamu telah mengurus Ibu Sulis. Kami pun mendengar dari Pak Tanto pekerjaan kamu selama 2,5bulan merawat Ibu Sulis dengan penuh perhatian. Kamu tidak hanya
mengurusi beliau dengan sepenuh hati, tapi juga bisa merawat rumah yang sebelumnya kotor dan tidak terurus kini layak dihuni sepeninggal ibu Sulis. Sekarang terimalah ini sedikit dari apa yang kami bisa berikan untuk kamu.” Ucap Pak Iskandar sambil memberikan satu amplop coklat
tebal. “Untuk selanjutnya apa kamu masih mau bekerja menunggu dan merawat rumah bekas Ibu Sulis saja Pur atau kamu mau pulang kampung saja?” Tanya ibu Maljinah melanjutkan percakapan suaminya. “Sepertinya Purwati akan pulang saja bu ke kampung halaman. Terimakasih atas
kebaikan ibu dan bapak sudah mau menjadikan Purwati ART dirumah kalian dan Purwati pun diberikan kesempatan mengurusi mendiang Ibu Sulis.” Jawaban Purwati lugas untuk menolak tawaran bekerja di rumah tersebut karena ia merasa jika tugas utamanya sudah diselesaikan
“Ya sudah baiklah kalau begitu, biar besok Pak Tanto yang akan mengantarkan kamu ke stasiun untuk kamu bisa pulang ke kampung mu.” Jawab Pak Iskandar.
Dalam perjalanan pulang menuju ke kampung halaman Purwati melihat amplop coklat yang diberikan oleh Pak Iskandar dan setelah ia membuka amplop tersebut Purwati terkejut dengan nominal uang sebesar 15jt rupiah.
Purwati pun menggunakan uang tersebut untuk membeli ternak dan sawah yang pada akhirnya modal tersebut bisa ia gunakan sampai dengan hari ini. –(tbc pembatasan utas)
–Nah itulah gaes cerita pengalaman horror dari Purwati. Buat mbak yang tidak mau disebutkan namanya (Purwati) terimakasih sudah mau DM untuk berbagi cerita pengalaman horror nya. Dan mungkin ini juga salah satu thread yang panjang yang pernah aku bikin, karena memang cerita
pengalaman beliau sgt menarik. Aku Fitri dari cerita arwah pamit undur diri, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarokatu.
Buat temen-temen yang mau traktir/nyawer mimin bisa klik link yang dibawah ya.. Terimakasih~ http://trakteer.id/penulismalam94